Rabu, 14 Januari 2009

Global Conspiracy

Book Review
Terrorism and Global Conspiracy
By Thalis Noor Cahyadi

Title : Devil’s Game; How The United States
Helped Unleash Fundamentalist Islam
Indonesian Title : Devil’s Game; Orchestra Iblis, 60 tahun
Perselingkuhan Amerika-Religious Extrimist
Author : Robert Dreyfuss
Translator : A. Maftuh Abe Gabriel
Thickness : xxxiii + 486 pages
Publisher : SR-ins Publishing Yogyakarta

Discussing the Global Terrorism, or what George Walker Bush calls GWOT (Global Warning on Terrorism), it sounds identical with an Islam Fundamentalism, but is that true?
That point of view can be true or false, but from other perspective it will be a different point of view. This view is close to a global conspiracy concept of USA or another. Global conspiracy that has been arranged by the super power country as a powerful conspiracy to conquer to economic sources of the middle eastern countries, for example, which are rich with oil, and the developing countries which are rich with natural resources, from Africa to South East Asia, including Indonesia. The model is coinciding of the issue and authorizing politics. It reminds us to a book titled “Confessions of an Economic Hit Man”, by John Perkins, a strategic economy expert who worked for Chas T. Main, an International Factory in Boston, Massachusett which is to agent of the economic hit man, World Bank, IMF and the US Government.
Perkins writes that the first strategy of the hit man is to make a deal with to developing countries by giving huge debts which exceed their economic capacity. So, with that strategy the USA through the IMF or the World Bank would easily acquire the asset as debt payment and dictate the economy or the politic running. Indonesia is one of the victims, and it must struggle to escape from the debt trap.
If the developing country can not be approached through economy and politic, the second strategy will be applied. They send CIA agents, the jackals or the jackals of economy and politic. Then they provoke revolution or croup de e’tat in the incorporated countries. It happened in the Middle East when Syah Iran was toppled by Ayatullah Khomaini or the Afghan regime by Taliban. This strategy as been described by Robert Dreyfuss, the expert of political investigation and State Security in his book: Devil’s Game: The United States Helped Unleash Fundamentalist Islam. Through a long report, Dreyfuss did a critical investigation, how the USA and the Jackal apply the economical and political strategy in Middle East (1945-1970), moreover to win the influence in USSR at the Cold War. Together with Saudi Kingdom and Afghanistan, the USA supported the development of Islam Politic discourse to establishment and support to the hard line of Islam which are called “Religious” to fight against the communism penetration to the Middle East and to build nationalism in this area.
The starting point of the radical Islam birth began when USA and British support the Wahabi movement commanded by Mohammad Abdul Wahab, which held the main political role of King Saud who later became the King of Saudi Arabia. The cooperation between King Saud then King Faisal with Roosevelt, the USA President in that era, as the entry point of the birth of Islamic radical movements which then sprout, from Ikhwanul Muslimin in Egypt, Jama’at el-Islam in Pakistan to Hamas in Palestine.
The Embryo continued with establishment of the center of Battle Training and Education in Pheswar, Pakistan. Thousands of weapons distributed by the US government and billions dollar ad been spent by Saudi Arabia Kingdom to fund this military camp. In this camp, thousands of Muslim from all over the world, including Indonesia, came together to discuss and build the Islamic Caliphate, and the refusal of both communism and nationalism. Also, here the alumni were born they were recruited by the Intelligent agent of CIA or at least were able to support political economic of USA.
Through these alumni, the USA, the British, and Saudi Arabia used to yell the communism and nationalism. Te birth of Pan-Islamism by Jamaludin al- Afghani, an Egyptian adventurer who was the ambassador of France-British, then he was succeeded by his companions such Muhammad Abduh, Rasyid Ridha also Hasan al-Banna, the founder of Ikhwanul Muslimin as the beginning of the succeed of the Jackal’s conspiracy.
The war between Afghanistan and USSR commanded by the Mujahid Guerilla, an alumnus group of Pheswar camp who were from Muslim around the world, including Indonesia. They are the mobilization of the jackal’s conspiracy theory. In this war, Osama Bin Laden took an important role as the agent of both Saudi Arabia Kingdom and the CIA, including Ayatullah Khomaini and the coup de e’tat against Shah Iran, also Saddam Husein in the bloody coup de e’tat from Baath party.
After the phenomenon within the Middle East and other Asian regions, it is found that the seed has grown rapidly over the US control and its allies. The radical Islam turns to fight back the US power, until it accumulated in the biggest event on September 11, 2001. WTC, as the US civilization building was destroyed. It is a “dishonest” of the radical Islam, Agus Maftuh called it. The appearance of Osama bin Laden-through al-Qaidah, an underground organization wit its terror power and hidden attack, but now it is a forbidden organization and the most wanted one – as a dishonest struggle icon.
For that reason, the USA considers the Jackal’s plan fail in Middle East. So the USA, as what John Perkin stated, ad to take the last strategy, by military invention to region considered “incorporated”. So with GWOT (Global Warning on Terrorism) and the indication of Osama bin Laden existence together wit its bitter dishonest partner (the Taliban Regime), the US also do Jihad to attack Afghanistan. Soon after Afghanistan and the Taliban were toppled, but Osama still can not be found, the same strategy was applied in Iraq with different issue it is a nuclear and chemistry weapon. The Saddam Husain regime which had been authorized in almost a half century restored. Finally, although this book never uses original resources as references such as Arabic literature which often quoted by Dreyfuss, but the content of this book is important for us to know deeply how global conspiracy happened in many countries in the world.

Polisi dan HAM

POLISI DAN HAM

Oleh. Thalis Noor Cahyadi


Usia Polisi RI sudah tidak muda lagi, berbagai problema hukum dan kemasyarakatan menjadi tantangan besar bagi Polisi kita. Amanah reformasi di tubuh Polri sepertinya terus dijalankan meski ribuan persoalan baru terus juga berdatangan. Salah satunya adalah persoalan hak asasi manusia (HAM). Persoalan ini nampaknya menjadi benturan hebat manakala polisi melaksanakan tugasnya terutama sesuai pranata dalam hukum acara pidana serta dalam berhadapan dengan unjuk rasa masa. Mulai penerapan UU. No 9 tahun 1998, juga proses penangkapan, maupun proses penyidikan lainnya yang sarat dengan benturan isu hak asasi manusia. Bagaimanakah sesungguhnya Polisi dan hak asasi manusia diletakkan pada posisinya.

Jika dilihat secara cerdas, polisi bukanlah manusia, melainkan salah satu aparat negara (state apparatus). Polisi adalah sebuah isntitusi negara yang memiliki kekuasaan dan kewenangan (authority) tertentu dalam masyarakat. Sebagai institusi negara, aparat kepolisian juga mempunyai kewajiban terhadap penghormatan dan perlindungan hak-hak manusia.
Karena polisi bukanlah manusia, maka tidak dikenal istilah atau ketentuan mengenai ‘hak polisi’ dalam norma-norma hak manusia. Polisi adalah suatu identitas lembaga (institusi) yang berada di luar diri (orang) yang bekerja di kepolisian.
Dengan begitu pula, tidak ada ketentuan ‘hak komisaris polisi’ sebagai hak manusia, karena ‘komisaris’ menunjukkan kepangkatan dalam kepolisian. Komisaris ini sesuatu yang berada di luar diri pribadi (orang) yang mengenakan pangkat tersebut. Dan orang yang mengenakan pangkat ‘komisaris’ akan berakhir jika pribadi yang mengenakannya naik pangkat ke tingkat inspektur jenderal atau akan mengakghirinya jika telah pensiun.
Hak manusia hanya melekat pada pribadinya, bukan pada ‘polisi’. Yang disebut manusia adalah orang perorang tanpa memandang apakah ia bertugas sebagai polisi atau politisi, pegawai negara, buruh industri dan pengusaha atau pula petani dan nelayan. Yang ditekankan adalah orangnya, bukan jabatan atau institusi dimana orang tersebut bekerja. Di luar jabatan, institusi atau profesi, setiap orang memiliki hak manusia karena semata-mata setiap orang adalah manusia.
Sebagai bagian dari aparat negara, polisi juga mempunyai kewajiban untuk menghormati dan melindungi hak-hak manusia dalam pertaliannya dengan pencegahan dan penindakan berbagai kejahatan. Dalam pertaliannya dengan manusia, aparat kepolisian hanya mempunyai kewajiabn. Setiap kewajiban haruslah ditunaikan. Jika polisi gagal menunaikan kewajibannya, maka hak-hak manusia dipastikan terancam.

Kewenangan dan Tugas Polisi
Sebagai pihak atau aparat yang memiliki kekuasaan dalam masyarakat, polisi mempunyai kewenangan yang bertalian dengan beban tugas dan fungsinya. Kewenangannya bertalian dengan pelayanan –biasa disebut pengayoman- yang ditujukan pada anggota-anggota masyarakat atas keamanan dan kejahatan.
Tugas yang dibebankan kepada polisi oleh hukum ada dua; pertama, melayani dan melindungi semua orang dari perbuatan melawan hukum. Hukum pada setiap negara pasti memiliki hukum pidana. Semua perbuatan yang melawan hukum ini senantiasa dilarang. Dan polisi dibebankan tugas untuk melayani dan melindungi semua orang dari perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana.
Kedua, mencegah dan memberantas perbuatan melawan hukum (tindak pidana) sesuai ketentuan hukum (materiil) pidana yang menentukan butir-butir mengenai tindak pidana. Selain dilarang, setiap orang yang melakukan tindak pidanan akan dikenai sanksi hukum baik sansksi penjara maupun denda. Polisi mengemban tigas untuk menghadapi orang-orang yang diduga pelaku tindak pidana.
Jika seseorang menjadi sasaran (target) suatu tindak pidana, maka polisi harus menunaikan tugasnya untuk melayani dan memberikan perlindungan pada orang yang bersangkutan. Jika tidak, polisi dapat dituduh mengingkarai tugasnya, karena membiarkan orang tersebut menjadi sasaran tindak pidana.
Seiring dengan tugas melindungi semua orang dari perbuatan melawan hukum, polisi juga harus menjalankan tugas untuk ‘melumpuhkan’ orang yang hendak melakukan tindak pidana. Jika tidak, polisi juga dapat dituduh membiarkan tindak pidana. Dengan mengacu pada tugas dan wewenangnya, membiarkan tindak pidana sama saja dengan ikut melakukan tindak pidana itu sendiri.
Penting pula ditekankan, dalam menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak hukum (law enforcement official), polisi dilarang untuk melakukan korupsi, sebagaimana yang terdapat dalam Undang-undang Anti Korupsi, tindak korupsi adalah perbuatan yang dilarang dan termasuk sebagai tindak pidana. Polisi harus menunjukkan sikap dan tindak tanduknya untuk mennetang keras dan memerangi perbuatan korupsi.
Suatu masyarakt seperti di India, para polisi yang diduga keras terlibat dalam serangkaian kejahatn dan korupsi, dikelompokkan sebagai ‘polisi kotor’. Sementara yang mempunyai track record sebagai pembasmi kejahatn akan dikenang sebagai ‘polisi bersih’ dan ‘pahlawan masyarakat
Perlindungan Hak Manusia
Sebagaimana semua negara terikat, maka polisi sebagai bagian dari aparat negara juga wajib menghormati dan melindungi martabat manusia serta menjunjung tinggi hak semua orang. Dasar kewajiban ini jelas bahwa semua orang berkedudukan sama didepan hukum dan berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Kewajiban dan tugas yang dibebankan kepada polisi, sebaiknya memenuhi standar internasional seperti yang tercantum dalam empat perangkat internasional lainnya, yaitu; a] Kode Etik untuk Aparat Penegak Hukum (Code of Conduct for Law Enforcement Official). b] Prinsip-prinsip Dasar Tentang Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Aparat Penegak Hukum (Basic Principles on Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials), c] Prinsip-prinsip untuk perlindungan semua orang di bawah Setiap Bentuk Penahanan dan Pemenjaraan (Body Principles for Protection of All Persons Under Any Form of Detention for Imprisonment), serta d] Kekuatan Standar Minimum untuk Perlakuan Tahanan (Standard Minimun Rules for the Treatment of Prisoners).
Dalam menunaikan tugasnya untuk menegakkan hukum pidana, polisi berkewajiban meindungi hak-hak manusia. Setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi. Polisi tidak diperkenankan untuk melakukan penangkapan dan penahanan yang sewenang-wenang (arbitrary arrest and detention) serta juga tidak diperkenankan untuk merampas kebebasan seseorang, kecuali atas prosedur dan alasan-alasan yang ditetapkan hukum. Saat penangkapan, polisi harus memberitahu alasan dan tuduhannya. Seseorang yang ditahan harus segera dihadapkan ke depan hakim dan ia berhak pula menuntut putusan keabsahan penahanannya. Dan jika menjadi korban penangkapan atau penahanan yang tidak sah, seseorang berhak atas suatu konpensasi.
Setiap orang yang berada dalam wilayah kekuasaan negara secara sah berhak atas kebebasan bergerak dan memilih tempat tinggalnya. Begitu juga menyangkut privacy setiap orang bahwa tidak seorangpun diperbolehkan campur tangan yang sewenang-wenang atas kehidupan pribadi, keluarga dan rumah tangganya atau huhungan surat-menyuratnya, atau diserang secara tidak sah kehormatan dan nama baiknya. Dan perlindungan hukum harus diberikan atas serangan seperti itu.
Polisi sebagai aparat yang bertugas untuk mencegah dan memberantas kejahatan serta menegakkan hukum pidana, haruslah mengambil langkah-langkah untuk melindungi hak-hak manusia, termasuk orang-orang yang diduga melakukan tindak pidana. Polisi tidak boleh mengambil tindakan diluar kewenangannya.

Anak Berkonflik Dengan Hukum

PENANGANAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM

Oleh. Thalis Noor Cahyadi

Pemerintah RI melalui Keppres No. 36 tahun 1990 telah meratifikasi Konvensi Hak Anak. Dengan demikian, secara moral dan politis, pemerintaha terikat dan memeiliki kewajiban untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam konvensi tersebut.
Aturan internasional lainnya yang menjadi acuan banyak negara dalam menangani AKH adalah Peraturan Minimum Standar PBB tentang Administrasi Peradilan bagi Anak yang dibuat pada thaun 1985. Peraturan ini dikenal denan nama “Beijing Rules”.
Konvensi Hak Anak mewajibkan agar dalam penanganan AKH memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak. Ditegaskan bahwa: “penangkapan, penahanan dan pemenjaraan seorang anak harus sesuai dengan hukum dan dilakukan sebagai upaya terakhir untuk jangka waktu yang paling singkat”.
Pada tingkat nasional beberapa aturan khusus yang berkaitan dengan anak yang berkonflik dengan hukum (AKH) adalah:
1. UU. No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
2. UU. No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
3. UU. No. 23 thaun 2002 tentang Perlindungan Anak

Sedangkan pada pelaksanaan penganganan AKH di tingkat kepolisian tentunya juga memperhatikan aturan-aturan hukum sperti:
1. UU. No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP
2. UU. No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI
3. Peraturan/keputusan internal kepolisian

Keseluruhan aturan hukum di atas menjadi landasan bagi penyidik dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap AKH. Jika hal itu terpenuhi, maka berbagai perlakukan yang dinilai “merendahkan harkat dan martabat anak” dapat terhindari. Kepolisian sebagai institusi negara diharapkan dapat bekerja secara prosfesional dan menjadi kebanggaan masyarakat sesuai dengan UU. No.2 tahun 2002

PENYIDIK ANAK
Menurut UU. No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, pasal 1 angka 5 dan pasal 41 angka 1 dan 2 penyidik yang meangani AKH adalah penyidik anak yang ditetapkan berdasarkan surat keputusan Kapolri. Ada persyaratan untuk menjadi penyidik anak, yakni:
1. berpengalaman sebagai penyidik tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.
2. mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memehami masalah anak.

Pada UU. No.2 tahun 2002 mengenai Kepolisian RI, secara tegas juga dinyatakan bahwa dalam proses penyelidikan dan penyidikan, salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah penghormatan terhadap HAM (pasal 16, ayat 2d)
Aturan di atas semakin memperjelas bahwa penanganan AKH harus dilakukan secara cermat dan teliti seghingga tidak merugikan dan melanggar hak-hak anak. Penyidik yang tidak memenuhi kriteria di atas, besar kemungkinan akan memperlakukan anak-anak sebagaimana manangani orang dewasa.

TUGAS DAN KEWENANGAN

UU. No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI
Pasal 16 ayat 1: ”dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimkasud dalam pasal 13 dan 14 dibidang proses pidana,

a. melakukan penangkapan, penahganan, penggeledahan, dan penyitaan;
b. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk
kepentingan penyidikan;
c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;
d. menyruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal
diri;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan
i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat
pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah dan
menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;
k. memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta
menerima hasil penyidikan dan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan
kepada penuntut umum; dan
l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab

Pasal 16 ayat 2: Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf l adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut;
tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;
harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa
menghormati hak asasi manusia

PEMANGGILAN
Penyidikan memiliki wewenang untuk memanggil seseorang baik sebagai saksi maupun tersangka pelaku tindak pidana. Dalam hal tersangkanya adalah usia anak, sebaiknya penyidik melayangkan surat panggilan kepada anak. Untuk menghindari terjadinya kesalahan pamahan surat panggilan sebaiknya dilampiri dengan surat pengantarr yang ditujukan ke orang tua/wali supaya membawa anaknya ke kepolisian.
Dalam KHA pasal 40 ayat 2 huruf (b) disebutkan bahwa:
Setiap anak yang disangka atau dituduh telah melakukan pelanggaran hukum memiliki setidaknya jaminan-jaminan sebagai berikut:
- dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah menurut hukum;
- diberi dengan segera dan secara langsung tentang tuduhan-tuduhan yang ditimpakan kepadanya dan, jika perlu, melali orang tuanya atau walinya, serta mendapat bantuna hukum atau bantuan lain yang diperlukan bagi penyiapan dan penyampaian pembelaannya;

PENANGKAPAN
· KUHAP pasal 17 dan UU.No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI dalam pasal 16 ayat 1 huruf (a). Penangkapan memiliki arti: “suatu tindakan penyidik yangberupa pengekangan untuk smenetara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut UU ini.
· UU. No.39 tahun 1999 tentang HAM :” setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan atau dibuang secara sewenang-wenang”.
· KHA : “penangkapan, penahanan dan atau pemidanaan penjara bagi anak hanya boleh dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dilaksanakan sebagai upaya terakhir”

Prosedur Penangkapan:
1. Penangkapan hanya bias dilakukan sebagai upaya terakhir
2. upaya penangkapan sebaiknya didahului dengan mengirimkan surat panggilan melalui orang tua/keluarga
3. sebisa mungkin pelaksana penangkapan tidak menggunakan seragam dan perlengkapan persenjataan kepolisian dan menjunjung HAM, khususnya hak anak
4. penangkapan hanya bias dilakukan terhadap anak yang dinyatakan atau diduga keras melakukan suatu tindak pidana dan dengan bukti awal yang cukup
5. pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas Kepolisian RI dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang menyatakan identitas tersangka serta menyebutkan alas an penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan serta tempat ia diperiksa
6. Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu terdekat
7. tembusan surat perintah penangkapan diberikan kepada keluarganya segera setelah pangakapan dilakukan
8. penangkapan hanya dapat dilakukan paling lama 1x24 jam (kecuali UU menyebutkan lain)

Dasar Hukum Penangkapan

Konvensi Hak Anak
Pasal 37 huruf (b): tidak seorang anakpun dapat dirampas kebebasannya secara melanggar hukum atau dengan sewenang-wenang. Penangkapan, penahanan atau pemenjaraan seorang anak harus sesuai dengan UU, dan hanya digunakan sebagai upaya terakhir dan untuk jangka waktu terpendek dan tepat.
Pasal 40 ayat 2 huruf (a): tidak seorang anakpun dapat dinyatakan, dituduh, atau diakui telah melanggar hokum pidana, karena alas an telah berbuat atau tidak berbuat yang tidak dilarang oleh hukum nasional dan internasional pada waktu perbuatan-perbuatan itu dilakukan.

UU.No.39 tahun 1999 tentang HAM
Pasal 34: Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan atau dibuang secara sewenang-wenang.
Pasal 66 ayat 4: penangkapan, penahanan atau pidana penjara anak hanya boleh dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir.

UU. No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI
Pasal 16 ayat 1 huruf (a): tentang wewenang kepolisian dalam melakukan pangkapan, penggeledahan dan penyitaan.
Pasal 19 ayat 1: dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya pejabata Kepolisian Negara RI senantiasa bertindak berdasarkan norma hokum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan dan menjujung tinggi HAM.

KUHAP
Pasal 16 ayat 1: untuk kepentingan penyelidikan, penyeledik atas perintah penyidik berhak melakukan penangkapan.
Pasal 17: perintah penagkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan permulaan bukti yang cukup
Pasal 18 Ayat 1: pelaksanaan tugas penagkapan dilakukan oleh petugas kepolisian RI dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah pengakapan yang menyatakan identitas tersangka serta menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan serta tempat ia diperiksa
Pasal 18 Ayat 2: tembusan surat perintah sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penagkapan dilakukan.
Pasal 19 ayat 1: tembusan surat perintah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 17, dapat dilakukan paling lama satu hari.
Pasal 19 ayat 2: terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan penangkapan keuali dalam hal ia telah terpanggil 2 kali berturut-turut tidak memnuhi panggilan itu dengan alas an yang sah.

UU. NO.23 TAHUN 2002 Tentang Perlindungan Anak

Pasal 16 Ayat 3: penahanan, penangkapan atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hokum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir

UU. No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
Pasal 43 ayat 1: Penangkapan anak nakal dilakukan sesuai dengan ketentuan KUHAP
Pasal 43 ayat 2: Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu) dilakukan untuk pemeriksaan dengan jangka waktu paling lama 1 (satu) hari

Pemeriksaan (BAP)
Pemeriksaan merupakan bagian dari rangkaian penyidikan oleh penyidik. Dalam UU. No 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak ditegaskan bahwa penyidikan terhadap anak yang disangka melakukan tindak pidana dilakukan oleh penyidik anak. Penyidik anak ditetapkan berdasarkan Surat keputusan Kepala Kepolisian RI atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian RI. Penyidikan anak selain harus sudah berpengalaman menyidik orang dewasa juga harus mempunyai minat,perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak.
Untuk memperoleh keterangan dari AKH penyidik dituntut untukselalu mengedepankan kepentingan yang terbaik bagi anak. Mabes Polri dan UNICEF telah mengembangakan model pemeriksaan terhadap anak melalui Metode Wawancara. Metode wawancara ini dianggap sebagai salah satu cara memperoleh informasi penyelidikan dan penyidikan yang ramah terhadap AKH.
Metode interogasi bagi tersangka anak dianggap tidak ramah terhadap anak dan cenderung melanggar hak anak. Hal ini terjadi karena prosessnya yang cenderung memojokkan anak, sehingga anak mengalami tekanan yang sangat hebat. Demikian juga ditemukan praktek-praktek penyiksaan untuk mendapatkan pengakuan dari tersangka. Praktek-praktek ini snagat bertentangan dengan hokum yang ada dan juga melanggar HAM.
Wawancara merupakan bentuk interaksi verbal yang dirancang untuk dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tertentu. Secara umum wawancara bertujuan untuk:
mengumpulkan informasi
mengumpulkan bukti-bukti
mendapatkan kesempatan untuk melakukan observasi
untuk menentukan fakta yang beraneka dalam berbagai keadaan atau situasi keontekstualnya
untuk dapat kejelasan mengenai pendapat sikap maupun kecenderungan tentang sesuai hal yang sedang diselidiki

Dasar Hukum Pemeriksaan/Wawancara

KHA:
Pasal 3 ayat 1: mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak
Pasal 12 ayat 1: anak yang memiliki kemampuan untuk menyatakan pendapatnya sendiri memiliki hak untuk secara bebas mengekspresikan pendapatanya dalam segal hal menyangkut anak tersebut

KUHAP
Pasal 52: Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak untukmemberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim
Pasal 54: tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hokum dari seorang atau lebih penasehat hukum selama pemeriksaan
Pasal 55: tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasehat hukumnya
Pasal 56 : tersangka atau terdakwa yang diancam pidana mati atau 15 tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang di ancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hokum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka.
Pasal 56 ayat 2: setiap penasehat yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberikan bantuannya dengan cuma-Cuma.
Pasal 110 ayat 1: dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara itu kepada PU.

UU. No 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
Pasal 41 ayat 1 dan 2 (sudah tersbeut di atas)
Pasal 42 ayat 1 : Penyidik wajib memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan
Pasal 42 ayat 2 : Penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembibing Kemasyarakatan, dan jika diperlukan dapat meminta saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama atau petugas kemasyarakatan lainnya
Pasal 42 ayat 3: Proses penyidikan terhadap perkara Anak Nakal wajib dirahasiakan

UU. No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI
Pasal 16 ayat 2, syarat-syarat tindakan penyelidikan dan penyidikan:
tidak bertentangan dengan suatu aturan hokum;
selaras dengan kewajiban hokum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan
harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya
pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa dan
menghormati HAM

Penahanan
Dilakukan oleh penyidik setelah terdapat bbukti yang cukup. Alasan penahanan:
a. dikhawatirkan melarikan diri
b. dikhawatirkan merusak barang bukti
c. dikhawatirkan mengulangi tindak pidana

Syarat bagi AKH
penahanan adalah upaya terakhir yang terpaksa dilakukan dan demi kepentingan terbaik buat anak
alasan penahanan harus disebutkan secara detail dalam surat perintah penahanan, dan tembusannya harus segera disampaikan kepada keluarga anak
jangka waktu penahanan harus sesingkat mungkin yakni maksimal 20 hari. Jika memungkinkan waktu ini tidak perlu dihabiskan, mengingat tindak pidana yang dilakukan oleh AKH pada umumnya tidak memerlukan waktu penyidikan yang panjang
AKH yang ditahan wajib dipisahkan dengan tahanan dewasa untuk menghindari kekerasan dari sesame tahanan
AKH yang ditahan, wajib dipenuhi hak-hak dasarnya. Ingat bahwa penahanan hanya mengurangi hak kebebasan sesorang untuk bergerak, sementara hak-hak lainnya tetap wajib dipenuhi.

Dasar Hukum Penahanan

KUHAP
Pasal 20 ayat 1: penyidik atau penyidik pembantu berwenang melakukan penahanan
Pasal 21 ayat 1: ditahan dengan bukti cukup, dengan alas an dikhawatirkan melarikan diri dikhawatirkan merusak barang bukti, dikhawatirkan mengulangi tindak pidana
Pasal 21 ayat 2: ada surat perintah penahanan dari penyidik atau PU atau penetapan hakim yang mencatumkan identitas tersangka/terdakwa serta alas an penahanan dan uraian singkat perkara kejahatan yang disangkakan atau didakwaan serta tempat ditahan.
Pasal 21 ayat 3 dan 4, Pasal 22 ayat 1, 2, 3, 4, dan 5, Pasal 24 ayat 1,

UU. No. 3 tahun 1997
Pasal 1 ayat 4:
Pasal 44 ayat 1: penyidik berwenang melakukan penahanan terhadap anak yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Pasal 44 ayat 2 :Penahanan berlaku maks 20 hari
Pasal 44 ayat 1 : Perpanjangan penahanan maks 10 hari
Pasal 44 ayat 4: maks 30 hari penyidik harus menyerahkan berkas perkara ke PU
Pasal 44 ayat 5: jika belum selesai maka tersangka wajib dikeluarkan dan tahanan demi hokum
Pasal 44 ayat 6: penempatan tahanan anak di tahanan khusus untuk anak dilingkungan Rutan, Cabang Rutan, atau ditempat tertentu.
Pasal 45 ayat 1: penahanan dilakukan dengan pertimbangan kepentingan anak secara sungguh-sungguh dan atau kepentingan masyarakat.
Pasal 45 ayat 2, alasan penahanan harus diurai secara jelas dalam surat perintah penahanan
Pasal 45 ayat 3, tempat tahanan anak harus dipisahkan dengan tahanan dewasa
Pasal 45 ayat 4; selama ditahan kebutuhan jasmani, rohani dan social anak harus dipenuhi

Muhammad SAW

MOHAMMAD IS A HUMAN RIGHTS DEFENDER
By Thalis Noor Cahyadi

In every year Moslem in the world commemorates Mohammad Birthday, some Moslem groups commemorate it with many religious activities, such as reading syiir, pengajian, manakib and conducting charity performances. Although there is no guidance in Islamic teaching but this is a good tradition because it is not against the Islamic teaching, there is no text prohibits it. The tradition is only done to respect Mohammad struggle. By the tradition they try to understand his character and try to implement his teaching in human life. Actually, according to As-Suyuthi, the tradition has been done since King al-Mudhaffar Abu Said ibn Zainuddin Ali ibn Bastakin (549-630H) in the Muawiya Dynasty. At the time, King Said shared 300.000 dinar to people on Mohammad birthday and conducted several ceremonies such as reading syi’ir and belles-lettres. Al-Barzanji’s book, written by Syaikh al-Barzanji, was the most often belles-lettres read by Moslem. This book told the history of Mohammad birth in the form of prose (natsar) and poetry (nadham). Moslems, especially in Indonesia still read the book until now.
Mohammad was born in Mecca, on Rabiul Awal 12th, the third month in the Islamic calendar coinciding with April 20th, 571. His mother, Aminah binti Wahab, was the daughter of Wahab bin Abdul Manaf from Zahra family. His father, Abdullah, was son of Abdul Muthalib. Mohammad was the fortieth descendant from prophet Ibrahim through Ismail line. Mohammad was born in the middle of Jahiyia society in which people liked to kill each other, killed their daughters, disrespecting women and enslavement. The birth of Mohammad gave a new color in Quraish people life. His adolescence had to run wistfully. As an orphan, he had to struggle to exist by helping his uncle Abu Thalib to shepherd sheep and running business together Abu Thalib to several places, such as Yaman and Sham (Shiria). At this moment, Mohammad learned more about leadership and trading. He tried to learn many characters of people as long as he ran uncle’s business. With honesty and probity, Mohammad could get confidence of the public of Mecca at the time, so that Mohammad got honour as al-Amin (who was believable). As a consequence, they always asked him to solve the people problems. At this time, actually, Mohammad had showed his talent as a leader and his response to his surrounding condition.
At 25, Mohammad married Khadija, his business partner. Although he became the honour man especially after getting married, but his disquiet can not loose, he always thought his people, how to remove the condition. Therefore, he used to contemplate (tahannus) in quite places, such as in Hira cave. For 40 days he contemplated until Gabriel met him and delivered divine revelation from God. Iqra, the first divine revelation, was taught to Mohammad by Gabriel on how to recognise and know God through knowledge.
This event was a pylon of Islamic history, from here humanity values under God guidance break through cultural arrogant of Jahiliya, reorganized and managed the customs of jahiliya which were against fitra of human being. By appealing of monotheism, Mohammad sat fitra and humanity values in the truth position. This appeal changed the face of jahiliya society toward the social order in harmony and dynamic under the God guidance.
Afterward, hijra event of Mohammad from Mecca to Medina was a shine momentum of Islam in the next development. In the short time, Mohammad succeeded to build brotherhood networking between Muhajirin, immigrant from Mecca, and Anshar, native people to Medina. He built great mosque and made agreement with non-Moslem community, such as Yahudi (Jews) and some ethnics in Medina. By this agreement, Mohammad not only laid political, social and economical foundation but also enforced human rights in the new society. It is an amazing phenomenon for historians, past and recent. They stated that the society was built by Mohammad as city state model, and then by supporting the clans of the Jazira Arab who became Moslem, so that appeared what so called nation state. Although, since early, Islam did not make rules exactly about how the formation and the concept of willing state was. However, as a fact that Islam is a religion that contains the principles of basic life including politic and state.
In the Moslem society, Mohammad became a leader in a wide context; both as a religious leader and a society leader. Mohammad’s concept inspirited by al-Qur’an bore the Medina Charter which consisted of 47 articles containing human rights enforcement, citizen rights and obligations, rights to legal protection and toleration of religion. This charter is the first constitution or political manifest in Islam even in the world.

Human Rights Protection
The content of Medina Charter was narrative which was first written completely by Ibn Ishaq (d.151 H) in Sirrah Nabawiyah and then quoted by Ibn Hisyam (d.213 H/828 AD), two writers who had the great name in their field. According to Ibrahim Syarif, there was no writer before who wrote as completely and systematically as both. Actually, there was no article in original text of the Medina Charter. Then, A.J.Winsinck added articles in his book Mohammed en de Yoden le Medina (1928) which was written to complete his doctoral degree in semit literature. Through this book, Winsinck had a great contribution to socialize the Medina Charter to West Scholars who concerned about Islamic studies. Meanwhile, giving chapters from 47 articles was done by Zainal Abidin Ahmad who divided them into 10 chapters.
Human rights were explained in chapter II which consisted of 14 articles (article 2-15). The articles stated that the Quraysh migrants are in themselves a party and as in the past shall be responsible for the payment of blood money on behalf of their criminals and shall themselves have their prisoners freed after the payment of ransom. The next articles stated that Banu Auf, Banu Saidah, Banu Harts, Banu Jusyam, Banu Najjar, Banu Amrin, Banu An-Nabiet and Banu Aws shall be responsible for their own tribe and shall equally pay their blood money, and shall themselves be responsible for ransoming their prisoners. All this work shall be completed in conformity with the principles of honesty and justice.
The articles above stated clearly that Mohammad through the Medina Charter took care and protected the existence of all ethnics surrounding Medina. He respected and fulfilled all their rights fairly based on the principles of honesty and justice. In the Medina Charter also contained obligations for all communities to help each other, to oppose openly any persons who make mischief, foment riots, make trouble for people, forcibly take the property of others, or oppress others(Article 13).
In addition, Mohammad through the Medina Charter protected freedom of religion and belief among the people. They were equal before the law and had together obligation to keep, to defend and to build their nation.
The description above showed that Mohammad was a leader who enforced and protected human rights seriously based on the principles of honesty and justice. By this character, Mohammad succeeded to unite many religions, beliefs and ethnics into the state frame, Medina. This success gave many commendations and acknowledgments from many historians and experts in Islamic Studies both West scholars and Moslem scholars, such as HR Gibb, Montgomery Watt, A Guillaume, R. Levy, Leone Caetani, A.J. Wensinck, Jamaludin Sarur, Muhammad Khlalid, Muhammad Hamidullah, Majid Khudari, etc. They admitted that Mohammad was the great leader who could unite the heterogeneous of Medina people in form of state, could enforce the law and protect and fulfill human rights of the Medina people. Mohammad was the great leader and a human rights defender.Therefore, these values of leadership and the personality of Mohammad should be preserved by Moslems and all people for societal life and actually this is a wisdom and philosophy of Mohammad Birthday.