Rabu, 22 April 2009

DISKRIMINASI PEREMPUAN

POLITIK DISKRIMINASI PEREMPUAN
Refleksi Hari Kartini

Oleh. Thalis Noor Cahyadi


Pemilu legislatif telah berlalu, berbagai persoalan muncul silih berganti, dari soal daftar pemilih tetap (DPT), kertas suara rusak, basah, salah kirim, penggelembungan suara (vote bubbling), money politics, hingga persoalan minimnya jumlah caleg perempuan yang mendapatkan kursi legislatif. Meski Undang-undang Pemilu Legislatif memberikan porsi 30% bagi perempuan dalam pencalonannya di partai politik, yang pada awalnya merupakan angin segar dan menjadi harapan besar bagi kaum perempuan untuk berkompetisi dalam berpolitik, sehingga banyak partai politik menempatkan caleg perempuan pada nomor-nomor “jadi”. Namun seiring bergantinya waktu dan tuntutan proses demokrasi terbuka, maka harapan itu menjadi ‘sirna’ manakala Mahkamah Konstitusi membatalkan pasal yang mengatur mekanisme nomor ‘jadi’ menjadi suara terbanyak. Hasilnya, realitas politik kemudian berkata lain, diperkirakan hanya 5 persen caleg perempuan yang berhasil meraih kursi di parlemen baik di DPRD, DPR RI dan DPD.
Fakta ini menunjukkan bahwa perempuan masih dalam posisi yang dinomor-duakan. Di tengah tradisi patternalistik di negeri ini, perjuangan perempuan haruslah mendapatkan dukungan dari banyak pihak, baik dari instrumen hukumnya (legal substance), yang berupa konstitusi dan peraturan perundang-undangan, maupun perangkat yang terkait dengan itu yakni pemerintah, lembaga negara, DPR serta masyarakat luas, jika tidak tentu nasib perempuan akan selalu termarginalisasi dan terdiskriminasi. Perjuangan ini tentu bukan hal mudah, berbagai kebijakan pemerintah dan parlemen baik pusat maupun daerah ternyata justru semakin diskriminatif terhadap perempuan.
Berdasarkan laporan pemantauan Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) tentang kondisi pemenuhan hak-hak konstitusinal perempuan di 16 Kabupaten/Kota pada 7 Propinsi menunjukkan bahwa begitu banyak perempuan selalu didiskriminasi dan menjadi korban kebijakan pemerintah daerah. Tercatat sebanyak 154 kebijakan daerah yang diterbitkan ditingkat propinsi (19 kebijakan), tingkat kabupaten/kota (134 kebijakan) dan ditingkat desa (1 kebijakan) antara tahun 1999 hingga 2009 menjadi sarana pelembagaan diskriminasi, baik dari tujuannya maupun sebagai dampaknya. Kebijakan daerah tersebut diterbitkan di 69 kabupaten/kota di 21 peopinsi dan lebih dari setengah kebijakan daerah yang diskriminatif itu (80 kebijakan) diterbitkan nyaris serentak, yaitu antara tahun 2003 dan 2005. Jawa Barat, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Jawa Timur adalah enam (6) propinsi yang kabupatennya paling gemar menerbitkan kebijakan daerah yang diskriminatif. Hanya ada 23 kebijakan daerah di tingkat propinsi (4 kebijakan) , kabupaten/kota (16 kebijakan) dan desa (3 kebijakan) yang bertujuan memenuhi hak korban atas pemulihan.
Sebanyak 64 dari 154 kebijakan daerah tersebut secara langsung diskriminatif terhadap perempuan melalui pembataan hak kemerdekaan berekspresi (21 kebijakan yang mengatur cara berpakaian), pengurangan hak atas perlindungan dan kepastian hukum karena mengkriminalisasi perempuan (38 kebijakan tentang pemberantasan prostitusi dan 1 kebijakantentang larangan khalwat), dan pengabaian hak atas penghidupan dan pekerjaan yang layak bagi kenanusiaan (4 kebijakan tentang buruh migran). Selebihnya, 82 kebijakan daerah mengatur tentang agama yang sesungguhnya merupakan kewenangan pusat dan telah berdampak pada pembatasan kebebasan tiap warga negara untuk beribadat menurut keyakinannya dan mengakibatkan pengucilan kelompok minoritas. Sembilan (9) kebijakan lainnya merupakan pembatasan atas kebebasan memeuluk agama bagi kelompok Ahmadiyah. Semua hak yang dibatasi atau dikurangi ini merupakan hak-hak konstitusional yang dijamin bagis etiap warga negara Indonesia tanpa keculai, terutama hak atas kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan, hak atas kebebasan menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nurani, hak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, hak atas perlindungan dari ancaman ketakutan untukberbuat sesuatu yang merupakan hak asasi dan hak untuk bebas dari perlakuan diskriminatif.
Dari fakta ini, kebijakan yang diskriminatif tersebut cenderung lahir dari praktik pengutamaan demokrasi prosedural. Praktik ini mengandung unsur politik pencitraan, mengakibatkan pembatasan partisipasi publik, menyerahkan ruang demokrasi untuk kehendak mayoritas, serta berjalan selaras dengan peniadaan perlindungan substantif, praktik korupsi dan penyalahgunaan kewenangan (power abuse), serta pengaburan batas antara negara dan agama/moralitas.seluruh kecenderungan defisit demokrasi ini mengarahkan Indonesia pada kondisi kritis karena mempertaruhkan bangunan negara-bangsa Indonesia.

Habislah Terang Kembali Gelap
Jika Raden Ajeng Kartini pernah menulis “Habis Gelap Terbitlah Terang” sebagai cita-cita visionernya merubah kondisi perempuan, dari posisi konco wingking (teman belakang) menjadi konco kang diwongke (teman yang dumuliakan), melihat kondisi saat ini mungkin Kartini akan menulis kembali namun dengan judul yang berbeda “Habislah Terang Kembali Gelap”. Apa yang diperjuangkan Kartini untuk menyetarakan kedudukan perempuan menjadi kembali tertatih saat ini. Banyak perempuan berkualitas namun justru tak diberi kesempatan menerapkan kualitas dan kapasitasnya baik dipemerintahan maupun diparlemen. Banyak perempuan berpotensi namun justru dimandulkan. Berbagai kebijakan daerah yang diskriminatif dan menjadikan permepuan sebagai obyek politik daerah menjadi bukti bahwa dunia terang yang diidamkan oleh Kartini kembali gelap oleh arogansi dan egoisme para pemimpin negeri ini.
Kondisi ini tentu harus segera disadari oleh setiap perempuan dan mereka yang peduli terhadap perempuan untuk terus berjuang dan melakukan perlawanan secara konstitusional, baik melalui jalur hukum maupun dengan upaya pemberdayaan dan penguatan jaringan. Upaya hukum yang harus terus dilakukan adalah melakukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Agung (MA) terhadap berbagai kebijakan daerah yang melanggar hak konstitusional kaum perempuan, meski upaya ini memerlukan waktu dan proses yang sangat lama namun paling tidak sebagai warga negara hukum, telah melakukan kesadaran dan menggunakan hak hukumnya. Hal ini telah dibuktikan terhadap kawan-kawan di Yogyakarta yang tergabung dalam Aliansi Tolak Perda Larangan Pelacuran (ATPLP) yang mengajukan uji materi terhadap Perda No.5/2007 tentang Larang Pelacuran di Kabupaten bantul tanggal 1 Mei 2007, yang hingga ini tidak pernah tahu nasib perkembangannya, kerena MA tidak pernah memberikan informasi apapun. Satu-satunya berkas yang dimiliki adalah surat dari MA tertanggal 14 November 2007 tentang penerimaan dan registrasi berkas.
Ditinjau dari aspek yuridis sebenarnya, berbagai perda yang diterbitkan beberapa daerah tersebut mempunyai kedudukan yang lemah. Berdasarkan asas leg superior derogate leg inferior serta berdasar Undang-undang Nomor 20 tahun 2004, maka isi dari peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Fakta yang ada justru menunjukkan bahwa Perda telah meninggalkan dasar yuridis peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan berada diatasnya. Seperti Perda yang mengatur tentang agama (kewajiban harus bisa membaca al-Qur’an, khalwat, shalat Jum’at dll) jelas merupakan kewenangan pusat dan diatur oleh Konstitusi dan UU, sehingga Perda tidak berwenang mengaturnya.
Upaya hukum lain adalah meminta kepada Menteri Dalam Negeri untuk membatalkan semua perda bermasalah tersebut, karena bagaimanapun juga Menteri Dalam Negeri berhak, berwenang dan berkewajiban menjadi sinergisitas antara peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah sesuai dengan UU. No.20 tahun 2004.
Selain itu, upaya yang harus dilakukan adalah mendorong dilakukannya legislative review terhadap Undang-undang yang mengatur kewenangan MK untuk bisa menerima, memeriksa dan memutuskan perkara-perkara uji materi terhadap perda-perda yang bertentangan dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang ada.
Upaya pemberdayaan kaum perempuan dan penguatan jaringan juga merupakan hal penting untuk terus dilakukan, baik dengan wujud pendidikan politik, civic education, serta pemantauan terhadap setiap kebijakan pemerintah yang berpotensi melahirkan diskriminasi terhadap perempuan.
Berbagai upaya ini tentu membutuhkan dukungan dari semua elemen masyarakat secara terpadu, karena bagaimanapun untuk melawan kekuatan kekuasaan membutuhkan energi yang besar. Penguatan kapasitas, pemberdayaan dan jaringan merupakan upaya cerdas yang harus terus dilakukan. Paling tidak upaya ini akan melahirkan kesadaran-kesadaran baru baik dari diri kaum perempuan itu sendiri maupun masyarakat luas untuk lebih mengerti akan hak-hak dasarnya yang memang dijamin oleh konstitusi. Wallahu’alam.

Minggu, 29 Maret 2009

DPS DAN BMT BERKASUS

DPS DAN BMT BERKASUS
Oleh. Thalis Noor Cahyadi

Akhir-akhir ini kita sering membaca di berbagai media cetak tentang kasus ketidak-beresan beberapa lembaga keuangan berbasis syariah (LKS), semisal BMT (Baitul Mal Watanwil) di Propinsi Yogyakarta. Mulai dari pencairan dana nasabah yang macet, sampai praktek penipuan dan penggelapan dana nasabah oleh pengelolanya. Beberapa kasus telah ditangani petugas instansi berwenang, meskipun dana nasabah kemungkinan tetap tak kembali, baik dikarenakan tersangkanya kabur (DPO) maupun memang sudah tak memiliki dana apapun untuk mengembalikan dana nasabah tersebut..
Fenomena ini sedikit banyak berdampak pada kepercayaan masyarakat terutama orang awam untuk menginvestasikan dananya atau bekerjasama dengan LKS. Persoalan manajemen dan integritas para pengelolanya menjadi hal mendasar terjadinya kasus-kasus tersebut. Ditinjau dari aspek manajemen, lembaga keuangan berbasis syariah yang ‘berkasus’ cenderung mengabaikan prinsip-prinsip fundamental tentang pengelolaan keuangan yang sehat, terutama dalam aspek pembiayaan sangatlah lemah.
Paling tidak ada sepuluh faktor kelemahan dari sisi menejemen. Pertama, lemah dalam analisa pembiayaan seperti data kurang akurat, pembiayaan terlalu sedikit, pembiayaan terlalu banyak, jangka waktu terlalu lama atau jangka waktu terlalu pendek. Kedua, kelemahan dalam hal dokumentasi, terkadang data mengenai pembiayaan anggota tidak terdokumentasikan dengan baik, pengawasan atas fisik dokumen kurang. Ketiga, kelemahan dalam hal supervisi pembiayaan seperti pengawasan yang kurang rutin, tindakan pencegahan kurang dini, anggota terlalu banyak, atau anggota terpencar domisilinya.
Keempat, kelemahan dan kecerobohan petugas lapangan, seperti terlalu bernafsu memperoleh laba, terlalu kompromistis, tidak memiliki kebijakan yg matang, terlalu percaya dan menggampangkan masalah, tidak mampu menyaring resiko bisnis, kurang proaktif dan terlalu reaktif. Keenam, kelemahan kebijakan pembiayaan, seperti prosedur terlalu berbelit, hingga putusan pembiayaan tidak tepat waktu, prosedur terlalu longgar, tidak ada prosedur baku/standar, tidak ada reward and punishment bagi petugas. Ketujuh, kelemahan legalitas agunan/jaminan.
Kedelapan, kelemahan sumber daya manusia seperti tidak adanya petugas khusus, pendidikan, pengalaman terbatas, dan kurangnya tenaga ahli hukum. Kesembilan, kelemahan penggunakan teknologi, sehingga selalu mengalami keterlambatan informasi dan komunikasi dan kesepuluh, adanya kecurangan petugas, seperti adanya kepentingan pribadi; untuk usaha pribadi, mendapat bagian dari anggota, berhutang budi pada anggota dan disiplin terhadap penerapan kebijakan sangat lemah.
Di samping sepuluh kelemahan di atas, dalam pengamatan penulis di mana penulis juga terlibat aktif dalam mendampingi para nasabah beberapa LKS berkasus, faktor kerancuan kepemilikan dan kepengelolaan dalam statuta pendirian LKS seringkali juga menimbulkan permasalahan. Sebuah LKS semisal BMT, kebanyakan berada dibawah naungan sebuah Yayasan yang mendirikannya, sementara pendiri, pembina atau pengurus Yayasan juga terlibat aktif dalam kepengelolaan BMT tersebut. Menurut Undang-undang No.16 tahun 2001 tentang Yayasan, Pasal 7 ayat 3 yang menjelaskan bahwa Anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha yang didirikan Yayasan tersebut. Kasus penggelapan dana nasabah sebesar Rp. 8 Milyar pada salah satu BMT di Yogyakarta beberapa waktu lalu terkait erat dengan kepengurusan ganda sebagaimana dijelaskan di atas.
Faktor rendahnya integritas moral para pengelolanya juga menjadi pemicu buruknya manajemen. Seorang atau sekelompok orang, maupun badan hukum yang mendirikan LKS tentunya harus telah siap menerapkan prinsip-prinsip syariah yang menjunjung tinggi moralitas dan akuntabilitas. Disamping itu mereka juga harus siap menjauhkan diri dari berbagai karakter yang merusak seperti prilaku dhalim yang merugikan semua aspek dan semua pihak, termasuk prilaku dharar yang membahayakan kepentingan banyak orang, maysir yang cenderung bersifat gambling dan spekulatif, serta prilaku gharar atau menipu, yang juga berpotensi merugikan banyak orang dan banyak aspek, yang pada akhrinya mengkerdilkan kepercayaan masyarakat (people distrust) akan lembaga keuangan syariah secara umum.
Peran Penting DPS
Berbagai kasus yang menimpa LKS di atas juga tidak terlepas dari lemahnya pengawasan Dewan Pengawas Syariah (DPS). Dalam strukturnya paling tidak ada empat tugas utama yang harus dijalankan oleh DPS; Pertama, mengawasi kegiatan usaha LKS agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syari'ah yang telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). Kedua, membuat pernyataan secara berkala bahwa LKS yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syari'ah. Ketiga, meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari LKS yang diawasinya dan Keempat, mengawal dan menjaga penerapan nilai-nilai Islam dalam setiap aktifitas yang dikerjakan LKS.
Disamping itu DPS juga memiliki tiga kewajiban utama yakni pertama, mengikuti fatwa-fatwa DSN. Kedua, mengawasi kegiatan usaha LKS agar tidak menyimpang dari ketentuan dan prinsip syari'ah yang telah difatwakan oleh DSN, dan ketiga, melaporkan kegiatan usaha dan perkembangan LKS yang diawasinya secara rutin kepada DSN, sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun.
Dari tugas dan kewajiban yang dibebankan, DPS memiliki fungsi dan peran yang sangat vital terhadap prilaku pengelola dan keabsahan produk dari sebuah LKS. Namun pada kenyataanya sering kali DPS hanya menjadi sebuah simbol pelengkap dan formalitas dalam sebuah LKS. Tidak jarang pula DPS tidak melakukan kerja apapun, tetapi selalu mendapat insentif bahkan tak jarang pula fungsi DPS tunduk pada keinginan “pemilik” LKS. Dalam strukturnya pula tak sedikit seorang DPS yang merangkap DSN sehingga independensi dapat diragukan. Hal ini bertolak belakang dengan kualifikasi seorang yang akan menjadi anggota DPS yang antara lain ia harus memiliki akhlak yang mulia (akhlaq al-karimah). Ia juga harus memiliki kompetensi kepakaran di bidang syariah muamalah dan pengetahuan di bidang perbankan dan/atau keuangan secara umum, memiliki komitmen untuk mengembangkan keuangan berdasarkan syariah dan memiliki kelayakan sebagai pengawas syariah yang dibuktikan dengan surat/sertifikat dari DSN.
Melihat kualifikasi, tugas dan kewajiban DPS, maka selayaknyalah DPS mampu mengontrol ketat prilaku LKS, baik dari aspek hukum atas produknya juga integritas moral para pengelolanya. DPS dituntut untuk benar-benar menjalankan tugas dan kewajibannya sehingga LKS dapat benar-benar menjadi apa yang diharapkan dan sesuai dengan prinsip syariah. Jika ini benar-benar dapat dilaksanakan secara baik, maka berbagai kasus yang terjadi sebagaimana dicontohkan di atas, tentu tidak akan terjadi. Nasabah dan masyarakat luas juga dituntut untuk ikut berpartisipasi dalam mengawasi dan mengontrol prilaku LKS yang ada. Sementara pengelola LKS juga harus selalu berupaya mengevaluasi dan memperkabaiki diri baik dari manajerial pengelolaannya maupun sumberdaya manusianya.
Penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) yakni: keadilan (fairness), transparansi (transparency, akuntabilitas (accountability, tanggung jawab (responsibility), moralitas (morality), komitmen (commitment), kemandirian (independent) menjadi hal yang urgent bagi LKS, meskipun sebenarnya LKS memiliki berbagai prinsip syariah dalam pengelolaan institusi yang baik seperti prinsip ’adalah (keadilan), tawazun (keseimbangan), mas’uliyah (akuntabilitas), akhlaq (moral), shiddiq (kejujuran), amanah (pemenuhan kepercayaan), fathanah (kecerdasan), tabligh (transparansi, keterbukaan), hurriyah (independensi dan kebebasan yang bertanggungjawab), ihsan (profesional), wasathan (kewajaran), ghirah (militansi), idarah (pengelolaan), khilafah (kepemimpinan), aqidah (keimanan), ijabiyah (berfikir positif), raqabah (pengawasan), qira’ah dan ishlah (organisasi yang terus belajar dan selalu melakukan perbaikan).
Pada akhirnya, jika manajemen LKS mampu mengimplementasikan nilai-nilai diatas dengan ditopang sumberdaya manusia yang tangguh dan berkualitas serta diiringi dengan fungsi pengawasan dan kerja DPS yang baik dan benar, maka LKS akan mampu mendapatkan kepercayaan dari masyarakat luas (people trust) dan berbagai kasus yang terjadi diatas tidak akan terualang lagi. Wallahu a’lam.

Minggu, 22 Maret 2009

Tanya Jawab (8)


HAK PESANGON

Pertanyaan:
Salam hormat, saya seorang karyawan sebuah perusahaan meuble di Klaten yang sudah bekerja sekitar 3 tahun. Saya ingin berhenti dari perusahaan tersebut dan ingin membuka usaha sendiri. Pertanyaan saya, apakah seorang karyawan yang minta berhenti seperti saya ini berhak mendapat pesangon layaknya seorang yang di PHK oleh perusahaan? Demikian pertanyaan yang saya ajukan, atas jawaban dan perhatiannya saya ucapkan terimakasih. Wardania Klaten

Jawaban:

Terimakasih atas pertanyaannya. Menjawab pertanyaan saudara, bahwa sesuai ketentuan UU. No.13 tahun 2003 Pasal 162 (1) yang menyatakan bahwa pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 (4). Sedang Pasal 156 (4) menyatakan bahwa uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi: a) cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; b) biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja; c)penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat; d). hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.Demikian jawaban yang bias kami sampaikan, jika anda merasa belum puas silakan datang ke kantor kami, kami siap membantu anda, terimakasih

Senin, 02 Maret 2009

Tanya-Jawab (7)


Disangka Penadah Barang Curian

Pertanyaan:
Pengasuh kinik hukum yang terhormat,
Teman saya bernama Ali berbisnis jual beli sepeda motor selama bertahun-tahun dan nyaris tanpa ada masalah, namun sebulan yang lalu ia harus berurusan dengan aparat kepolisian karena ia diduga terlibat jual beli sepeda motor hasil pencurian. Menurut keterangan aparat kepolisian ia disangka sebagai penadah karena telah membeli sepeda motor hasil pencurian dari seseorang. Yang ingin saya tanyakan bagaimana kiat terhindar dari tindakan penadahan sehingga dapat berbisnis dengan lancar?
Mul di Yogyakarta.

Jawaban:
Bapak Mul di Yogyakarta, dalam menjalankan bisnis memang dituntut kehati-hatian agar kita tidak tersandung masalah hukum. Jangan sampai hanya karena ingin mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya membuat kita ceroboh. Teman Anda seharusnya lebih berhati-hati dalam menjalankan bisnis jual beli motor termasuk mengetahui kelengkapan surat dan asal usul kendaraan tersebut. Ali disangka telah melakukan tindak kriminal penadahan sebagaimana diatur dalam Pasal 480-482 KUHP karena ia telah dengan sengaja membeli barang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga diperoleh dari kejahatan (pencurian). Selain pembeli yang dapat dijerat dengan pasal tentang penadahan adalah orang yang menjual, menawarkan, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau menarik keuntungan, menyewakan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan suatu benda yang diketahui atau sepatutnya harus diduga diperoleh dari kejahatan. Jika ada orang menjual sepeda motor ataupun barang lainnya dengan harga yang jauh di bawah standar atau tidak dilakukan secara terang-terangan atau bahkan tanpa surat-surat/kelengkapan lainya maka kita harus lebih hati-hati lagi. Semoga bermanfaat

Senin, 23 Februari 2009

Tanya Jawab (6)


IZIN GANGGUAN (HO)

Pertanyaan:
Pak Cahyadi yang terhormat, saya mempunyai sebuha usaha di kawasan Depok, Sleman, tetapi saya belum mengurus perizinannya, terutama izin gangguan (HO). Yang ingin saya tanyakan bagaimana mengurus perizinan tersebut bagaimana syarat-syaratnya. Mohon penjelasananya, atas jawabannya saya ucapkan terimakasih. Bambang di Nologaten.

Jawaban:
Terimakasih atas pertanyaannya pak Bambang. Untuk mengurus HO (Izin Gangguan) sebenarnya tidak terlalu rumit, Mengungat bahwa lokasi usaha anda berada di Kabupaten Sleman maka pengurusannya berada dibawah kewenangan pemda Sleman dalam hal ini Dinas Polisi Pamong Praja dan Ketentraman Masyarakat. Adapun Prosedurnya adalah sebagai berikut:
1) Prosedur
a)Pemohon datang ke loket I UPTPSA/kecamatan untuk mengambil berkas permohonan, dimintakan persetujuan tetangga, diketahui dukuh, lurah, dan camat. Lembar pertama bermaterai Rp 6.000,- b)Berkas diserahkan ke loket I UPTPSA untuk diteliti kelengkapan persyaratan yang telah ditentukan dengan memberikan tanda bukti penerimaan permohonan perijinan.c)Kelompok kerja melalui Sekretariat UPTPSA menyampaikan berkas perijinan kepada Dinas Ketentraman dan Ketertiban.d)Diproses di Dinas Ketentraman dan Ketertiban cq. Seksi Perijinan untuk diteliti ulang, peninjauan lokasi bersama instansi terkait, membuat berita acara hasil peninjauan lapangan, dibuat perhitungan biaya retribusi.e)Pemohon membayar di UPTPSA dengan formulir warna putih.f)Bukti pembayaran warna hijau dan penetapan retribusi warna putih, diserahkan oleh petugas UPTPSA.g) Dibuatkan konsep Surat Ijin dan Sertifikat Ijin gangguan.h) Paraf Bidang Ketentrman dan Ketertiban dan tanda tangan Kepala Dinas atas nama Bupati serta diberi nomor dan dikirim ke UPTPSA.i)Pemohon mengambil Ijin Gangguan.

2) Syarat
a)Fc. KTP permohonan, b)Fc. bukti pemilikan tanah, c)Fc. pernyataan tidak keberatan dari pemilik tanah, d)Fc. HO lama (bila perpanjangan)e)Fc. akta pendirian (Bagi Perusahaan),f)IMB (Untuk Ijin Usaha Jasa Kontraktor),g)Rekomendasi dari instansi terkait h)ganti nama bagi WNI keturunan, i)SPPL, UKL/UPL atau AMDAL, j) Materai Rp. 6000,

3)Dasar Hukum: Perda Nomor 12 Tahun 2001 tentang Ijin Gangguan
4)Waktu, Proses penyelesaian selambat-lambatnya 10 hari sejak berkas diterima secara lengkap dan benar serta telah membayar retribusi
5)Biaya
Tarif ditetapkan berdasarkan rumus:
Retr. IG = TLxILxIGxLRTU
TL = Tarif Lingkungan,
IL = Indeks Limgkungan,
IG = Imdeks Gangguan,
RTU = Luas Ruang Tempat Usaha
6) Sanksi :Hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,-
7)Berlaku ;Ijin berlaku selama usaha tersenut masih berjalan dan harus didaftar ulang setiap lima (5) tahun sekali.
8)UPTPSA

Demikian jawaban yang bisa kami berikan, terimakasih.

Selasa, 17 Februari 2009

Teori Harga


MENUJU KEADILAN HARGA DALAM PASAR ISLAMI
Oleh. Thalis Noor Cahyadi

A. Pendahuluan
Dalam pandangan Islam pasar merupakan wahana transaksi ekonomi yang ideal, tetapi memiliki berbagai kelemahan yang tidak cukup memadai pencapaian tujuan ekonomi yang Islami. Secara teoritik maupun pratikal pasar memiliki beberapa kelemahan, misalnya: mengabaikan distribusi pendapatan dan keadilan, tidak selalu selarasnya antara prioritas individu dengan sosial atau antara berbagai kebutuhan, adanya kegagalan pasar, ketidaksempurnaan persaingan, dan lain-lain. Oleh karenanya, perlu kiranya menempatkan pasar secara proporsional dalam perekonomian dan kemudian memperbaiki dan melengkapi kekurangan-kekurangannya.
Dalam hal mekanisme pasar, Islam menaruh perhatian besar terhadap kesempurnaan mekanisme pasar. Mekanisme pasar yang sempurna merupakan resultan dari kekuatan yang bersifat massal dan impersonal, yaitu merupakan fenomema ilmiah .
Pasar yang bersaing sempurna dapat menghasilkan harga yang adil bagi penjual maupun pembeli. Karenanya jika mekanisme pasar terganggu maka harga yang adil tidak akan tercapai. Demikian pula sebaliknya, harga yang adil akan mendorong para pelaku pasar untuk bersaing dengan sempurna. Jika harga tidak adil maka para pelaku pasar akn enggan untuk bertransaksi atau tetap bertransaski dengan menderita kerugian2. Oleh karena itu, Islam sangat memperhatikan konsep harga yang adil dan mekanisme pasar yang sempurna.

B. Dasar Teori Harga Islami
Naik turunnya harga secara konvensional dipengaruhi oleh ketidakseimbangan anarata permintaan (demand) dan penawaran (supply), terlebih jika hal ini terjadi pada mekanisme pasar yang berada dalam persaingan yang tidak sempurna.3 Hal ini bisa disebabkan oleh penyimpangan dalam mekanisme pasar baik secara terstruktur maupun tidak, serta ketidaksempurnaan informasi dan penyesuaian.
Dalam penyimpangan terstruktur, struktur atau bentuk organisasi pasar akan meengganggu mekanisme pasar dengan cara yang sistematis dan terstruktur pula. Struktur pasar seperti ini adalah monopoli, duopoli, oligopoli, dan kompetisi monopolistik. Dalam monopoli, misalnya terdapat halangan untuk masuk (entry barrier) bagi perusahaan lainnya yang ingin memasuki pasar sehingga tidak terdapat persaingan antarprodusen. Prosuden monopolis dapat saja mematok harga tinggi untuk memperoleh keuntungan diatas normal (monopolistic rent). Demikian pula pada bentuk pasar lainnya, meskipun pengaruh distorsinya tidka sekuat mnopolim akan mendistorsi bekerjanya mekanisme pasar.4
Selain itu, juga terdapat faktor-faktor insidental dan temporer yang mengganggu mekanisme pasar. Beberapa contoh hal ini adalah usaha sengaja menimbun untuk menghambar pasokan barang agar harga pasar menjadi tinggi (ikhtikar)5, penciptaan permintaan semu untuk menaikkan harga (najasy), penipuan kuantitas, kualitas, harga, atau waktu pengiriman barang (tadlis), kolusi para pedagang untuk membuat harga di atas harga normal (ba’i al-hadir lil badi), dan lain-lain6.
Ketidaksempurnaan pasar juga bisa muncul disebabkan oleh ketidaksemuprnaan informasi yang dimiliki para pelaku psar (penjual dan pembeli). Informasi merupakan hal penting sebab ia menjadi dsar bagi pembuatan keputusan. Produsen berkepentingan untuk mengetahui seberapa besar permintaan pasar dan tingkat harganya, berapa harga input dan teknologi yang tersedia, dan lain-lain sehingga dapat menawarkan barangnya secara akurat. Demikian pula konsumen, ia harus mengetahui tingkat harga pasar yang berlaku, kualitas barang yang dibelinya, dan lain-lain sehingga dapat menentukan permintaannya dengan akurat pula. Oleh karenanya Rasulullah melarang keras praktik-praktik yang terjadi dalam ketidaksempurnaan informasi, seperti menghalangi transaksi pada harga pasar (talaqi rubkhan), mengambil keuntungan tinggi dengan memanfaatkan kebodohan konsumen (ghaban fa hisy), dan lain-lain.7
Penyesuaian para pelaku pasar terhadap suatu kejutan (shock) yang terjadi di dalam pasar biasanya membutuhkan waktu. Penyesuaian keahlian tenaga kerja, misalnya, tidak bisa dilakukan secara cepat. Jika permintaan terhadap keahlian tertentu akan mengalami penurunan di masa datang, maka tingkat upahnya akan cenderung menurun. Masyarkat biasanya lambat dalam merespon gejala ini tetap berusaha memperoleh keahlian ini untuk jangka waktu tertentu. Ketika mereka akhirnya menerima tingkat upah yang rendah, perpindahan menuju pekerjaan lain yang tingkat upahnya lebih tinggi juga tidak akan serta merta terjadi. Mereka akan tetap bekerja dengan upah yang rendah tersebut dalam jangka waktu beberapa lama.8
Dalam mewujudkan harga yang Islami, hal yang paling penting adalah bagaimana menciptakan suatu keadilan harga yang mampu menciptakan kesejahteraan sosial. Menurut Mannan, dalam asas teori Islam terkait dengan mekanisme pasar sesungguhnya bukanlah mekanisme persaingan sempurna seperi dalam teori konvensional, Islam lebih mengedepankan prinsip koperasi dan persaingan sehat, yakni persaingan yang bebas dari spekulasi, penimbunan dan penyelundupan, namun bagaimana penentuan harga yang wajar melalui konsensus pasar yakni antara produsen dan konsumen yang mengacu pada kaedah-kaedah keadilan.9
Apa yang diungkapkan oleh Mannan, juga di amini oleh Monzer Kahf. Ia menyatakan bahwa ekonomi Islam adalah ekonomi yang bebas, tetapi kebebasannya ditunjukkan lebih banyak dalam bentuk kerjasama (ta’awun) daripada bentuk kompetisi. Oleh karenanya ekonomi Islam lebih menekankan pada orientasi sosial, yang memperkenalkan kewajiban-kewajiban kolektif yang membawa tanggungjawab individual. Kerjasama yang baik yang berorientasi sosial akan menghasilkan suatu mekanisme distribusi terhdap penghasilan dan kekayaan.10
Dalam hal ketentuan harga, Mannan mengklasifikasikan harga dalam empat bentuk yakni: harga monopoli; kenaikan harga sebenarnya; kenaikan harga buatan; dan kenaikan harga yang disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan hidup11.
a. Harga Monopoli
Menurut Mannan, harga monopoli timbul karena tidak adanya persaingan di pasar, di mana perusahaan yang menguasai produksi barang tertentu dapat menentukan harga sekehendaknya sendiri. Harga ini akan terus bertahan sampai adanya pesaing baru yang masuk pasar atau adanya intervensi dari pemerintah. Dampak yang ditimbulkan oleh harga monopoli adalah kerugian untuk rakyat. Rakyat dituntut untuk membeli barang sesuai keinginan produsen. Hal ini menjadi dilematis bagi rakyat, di satu sisi masyarakat keberatan dengan harga yang berlaku, namun pada sisi lain rakyat membutukan barang tersebut.
Konsep harga monopoli ini bertentangan dengan semangat Al-Qur’an dan Sunnah, karena tidak sosial dan merampas hak si miskin juga masyarakat umum, dan itu berarti menggunkan rahmat Allah Yang Maha Pemurah untuk keuntungan diri sendiri. Oleh karena itu negara mempunyai hak untuk mengontrol dan mengatur harga di masyarakat. Dengan demikian harga-harga maksimum dapat di atur dan dikendalikan oleh negara dan pasar.
Mannan menambahkan bahwa banyak Negara-negara Islam telah melarang harga monopoli, hal ini dilakukan untuk melindungi harga dalam negeri dan untuk kemakmuran rakyatnya. Fakta menunjukkan bahwa dengan adanya kekuasaan monopoli dalam industri, pemusatan kekayaan dalam tangan-tangan perusahaan raksasa dan bisnis mereka yang tersebar luas telah menyebabkan praktk-praktek korupsi dan ekpoitasi pada konsumen.12
b. Kenaikan Harga yang Sebenarnya
Menurut Mannan, sebab sebab kenaikan harga yang sebenarnya adalah:
1. bertambahnya persediaan uang;
2. berkurangnya produktifitas;
3. bertambahnya kemajuan aktivitas;
4. berbagai pertimbangan fiskal dan moneter.
Dalam pandangan Mannan, bertambahnya persediaan uang memang menyebabkan tuntutan yang efektif. Tetapi tiap perluasan uang yang terjadi di tengah pertumbuhan produksi (barang) yang mengecewakan, yang menyebabkan ketidak seimbangan yang besar antara ketersediaan barang-barang dan tuntutan moneter, menyebabkan penekanan inflansi. Perluasan dalam persediaan uang juga memberi semangat pada aktifitas spekulatif dalam skala besar mencari sumber-sumber dalam bentuk menahan barang-barang secara berlebihan.
Bila ada kenaikan harga karena adanya penambahan yang tidak cukup dalam produktivitas menghasilkan baik faktor musiman, perputaran atau faktor lainnya, maka banyak yang dapat di lakukan oleh negara Islam untuk mencegah kenaikan harga dengan mencegah fiskal atau kebijakan moneter, ataupun dengan merangsum barang-barang konsumsi penting dan memberikan lisensi untuk investasi baru. Kemakmuran rakyat adalah tujuan utama dari negara-negara Islam.
Mannan menekankan bahwa dalam ekonomi yang berkembang dimana program-program kemajuan yang besar termasuk pergantian sumber-sumber jauh dari teknik-teknik dan aktivitas produksi tradisional; sudah diketahui bahwa harga naik, karena adanya lembaga-lembaga sosio ekonomi yang masih tradisional13.
c. Kenaikan Harga Buatan
Dalam pandangan Mannan berkurangnya barang dengan cara buatan yang diciptakan oleh para pengusaha serakah, mengakibatkan perubahan harga disebabkan oleh :
a. Usaha spekulatif
b. Penimbunan
c. Perdagangan gelap dan penyelundupan
Islam mengutuk sistem harga buatan yang ditimbulkan akibat ketiga cara tersebut. Hal ini dapat mngakibatkan keresahan di masyarakat jika usaha spekulatif, penimbunan dan penyelundupan tidak segera di tindak lanjuti. Pemerintah mempunyai andil yang sangat besar dalam menekan ketiga cara yan ditempun para pengusaha serakah tersebut yang mengakibatkan harga berubah menjadi tinggi14.
d. Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok
Mengenai hal ini, Mannan menyatakan bahwa suatu agama yang mengatur dan mengawasi makanan kita dengan maksud menjadikan manusia murni, tidak akan mengabaikan kenaikan harga bahan pangan, karena ini merupakan kebutuhan pokok orang biasa. Sebab itu, hasil bumi dijual di pasar sedemikian rupa, sehingga ia dapat dibeli dengan harga murah15. Masalah spekulasi dalam kebutuhan pokok setiap orang kaya atau miskin dalam Islam, sama sekali dikesampingkan. Ibnu Umar meriwayatkan, di zaman Nabi SAW biasa membeli bahan makanan dari para pemilik unta, tetapi nabi melarang untuk membelinya, sampai bahan pangan tersebut dijual di pasar. (HR. Bukhari).
Dalam berbagai klasifikasi ketentuan harga diatas, nampaknya Mannan masih mentolelir kenaikkan harga yang sebenarnya yang dipengaruhi oleh berbagai hal seperti bertambahnya persediaan uang; berkurangnya produktifitas; bertambahnya kemajuan aktivitas; dan berbagai pertimbangan fiskal dan moneter.
Mannan kemudian membuat kosepsi tentang bagaimana menentukan harga yang rasional dan ideal di pasar tradisional yang tidka bertentang dengan syariat Islam.
Pertama, harga yang ditentukan tidak terlalu murah, jika hal ini dilakukan maka akan menimbulkan keruskana pasar dan mendapat kecaman dari para pesaing. Dalam jangka pendek seorang produsen/penjual memang akan mendapatkan banyak pelanggan jika ia mematok harga yang rendah, tetapi jika harga yang rendah tersbeut berada dibawah harga pasar maka supply dan demand tidak berjalan alamiah. Atau ada kesan dibenak konsumen bahwa kualitas barang yang diperdagangkan sangat rendah.
Kedua, harga tidak terlalu tinggim jika harga terlalu tinggiu dan melebihi harga pasar sementara persediaan barang dipasar masih banyak maka sudah dapat dipastikan bahwa penjual akan mengalami penurunan pembeli. Kalau pembeli sudah sedikit maka sudah barang tentu keuntungan yang didapatnya menjadi sedikit pula. Ketiga, harga sebaiknya mengikuti pasar atau dalam istilah ekonomi disebut dengan equilibrium (keseimbangan). Keempat, adanya peran pemerintah dalam mengendalikan harga khususnya barang yang menyangkut kebutuhan orang banyak, seperti sembako.16

C. Regulasi Harga
Regulasi harga menjadi salah satu solusi terhadap ketidaksempurnaan mekanisme pasar, meskipun sebenarnya bukan merupakan hal yang populer dalam khasanah pemikiran ekonomi Islam, sebab regulasi harga yang tidak tepat justru dapatb menciptakan ketidakadilan. Regulasi harga diperkenankan pada kondisi-kondisi tertentu dengan tetap berpegang pada nilai keadilan. Menurut Mannan, regulasi harga ini harus menunjukkan tiga fungsi dasar yakni:
a. Fungsi ekonomi yang berhubungan dengan peningkatan produktifitas dan peningkatan pendapatan masyarakat miskin melalui alokasi dan relokasi sumberdaya ekonomi;
b. Fungsi sosial dalam memelihara keseimbangan sosial anatara masyarakat kaya dan miskin;
c. Fungsi moral dalam menegakkan nilai-nilai syariah Islam, khususnya yang berkaitan dalam transaksi ekonomi (misalnya kejujuran, keadilan, kemanfaatan/mutual goodwill)17
Pada dasarnya, jika pasar telah bekerja dengan sempurna, maka tidak ada alasan untuk mengatur tingkat harga. Penetapan harga kemungkinan justru akan mendistorsi harga sehingga akhirnya mengganggu mekanisme pasar itu sendiri. Jika pun pemerintah ingin mempengaruhi harga pasar, maka yang dilakukan adalah dengan cara mempengaruhi permintaan dan penawaran, sehingga harga otomatis akan menyesuaikan.
Dalam kajian hukum ekonomi Islam (fiq muamalah), jumhur ulama sepakat bahwa penetapan harga adalah kebijakan yang tidak dianjurkan oleh ajaran Islam jika pasar dalam keadaan normal. Dari sisi mikroekonomi, penetapan harga ini juga dapat merugikan produsen, konsumen dan perekonomian secara keseluruhan. Surplus yang dinikmati oleh konsumen dan produsen akan saling bertambah dan berkurang. Sebagian berkurangnya surplus konsumen akan berpindah kepada produsen, atau sebaliknya. Namun, ada sebagian lain yang tidak saling berpindah, melainkan benar-benar hilang (deadwight loss) karena inefisiensi kebijakan ini. Dan akhirnya, secara keseluruhan perekonomian akan menikmati surplus yang lebih kecil dibandingkan dengan pada sistem pasar bebas.18

D. Peranan Pemerintah

Untuk lebih menjamin berjalannya mekanisme pasar secara sempurna, peranan pemerintah sangatlah penting. Rasulullah sendiri telah menjalankan fungsi sebagai market supervisor atau Al-Hisbah. Sebagaimana telah banyak diulas oleh para tokoh muslim masa klasik seperti al-Mawardi, Ibn Taimiyah dan Ibn Khaldun, fungsi al-hisbah lebih banyak berperan sebagai pengrontrol pasar dan moral secara umum.19
Menurut Monzer Kahf, keterlibatan pemerintah bersifat temporer. Sistem ekonomi Islam menganggap Islam sebagai sesuatu yang ada di pasar bersama-sama dengan unit-unit ekonomik lainnya berdasar landasan yang tetap dan stabil. Pemerintah dianggap sebagai perencana (plan maker), pengawas (supervisor and controler), produsen sekaligus konsumen.20
Sebagai plan maker, pemerintah memiliki kewajiban mengatur pendistrubusian kembali pekerjaan dianatara berbagai industri berdasarkan kuota-kuota tertentu bila pilihan masyarakat terhadap pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan secara bebas tidak berhasil memenuhi persyaratan dari rencana tersebut, seperti penentuan standar hidup menim dan pendistribusian kekayaan baik melalui penerapan hukum waris Islam, zakat maupun penyediaan barang-barang konsumsi yang berlebih, yakng berarti bahwa kapan saja ada orang yang memerlukannya, tidak seorangpun dalam masyarakat muslim berhak mengambilnya sebelum kebutuhan orang yang memerlukannya itu terpenuhi, meskipun hal ini tidak dimaksudkan pada ekulaitarianisme secara mutlak.21
Disamping itu, pemerintah berperan dalam hal mewujudkan jaminan sosial, yang didasarkan pada dua hal yakni; tanggungjawab timbal balik yang bersifat umum dan tuntutan rakyat terhadap pendapatan pemerintah. Tanggungjawab timbal balik yang bersifat umum, merupakan kewajiban individu setiap muslim tetapi dalam pelaksanaannya bersifat sebatas kemampuan. Sementara tuntutan rakyat terhadap pendapatan pemerintah merupakan landasan langsung yakni kewajiban negara untuk memenuhi standar kehidupan minimum dan kehidupan layak dibandingkan dnegan kehidupan pada umumnya dalam masyarakat
Hal yang juga penting adalah peran pemerintah sebagai pengawas, yang bertujuan pertama, untuk meningkatkan pemenuhan tujuan negara secara efisien, kedua, sebagai pemelihara the rules of game yang terkait dengan perangkat perintah dan aturan sosial, politik, agama, moral dan hukum yang mengikat masyarakat.22
Berbagai fungsi inilah yang diharapkan mampu mewujudkan suau kesempurnaan dalam mekanisme pasar yang pada kahirnya berbagai hambatan bagi terwujudnya mekanisme pasar yang sempurna bisa teratasi, dan keadilan dan kesejahteraan sosial bisa terwujud.

E. Penutup

Ajaran Islam berusaha untuk menciptakan suatu keadaan pasar yang dibingkai oleh nilai-nilai syariah, meskipun tetap dalam suasana yang bersaing. Dengan kata lain konsep Islam tentang pasar yang ideal adalah perfect competition market plus, yaitu plus nilai-nilai syariah Islam. Implementasi nilai-nilai syariah – yang sebagiannya merupakan concern masyarakat di luar Islam sekalipun (misalnya keadilan, keterbukaan, kejujuran, bersaing sehat) – bukan hanya menjadi kewajiban individu para pelaku pasar, tetapi juga kebutuhan intervensi pemerintah. Untuk inilah maka pemerintah memiliki peranan yang penting dan besar dalam menciptakan pasar yang Islami.

Foot Note:

Dijelaskan dalam sebuha hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud bahwa da seseorang yang berkata kepada Nabi SAW: “Wahai Nabi Allah, tetapkanlah harga untuk kita!, Nabi menjawab “ Engkau harus berdoa kepada Allah untuk itu!”. Orang lain juga dating kepada Nabi dan meminta hal yang sama sehingga Nabi menjawab, “ Hanya Allah yang menurunkan dan menaikkan harga!”
2 Pusat Pengkajian dan Pngembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia (UII) dan Bank Indonesia (BI), 2008. Ekonomi Islam, Rajawali Press, Jakarta, hal. 330
3 Abdul Mannan, 1997. Islamic Economics, Theory and Practice, diterjemahkan oleh.M. Nastangin. Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Dana Bahakti Wakaf, Yogyakarta, hal. 281
4 Opcit, hal. 329. Lihat juga Mannan, hal. 281-290.
5 Dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Yahya, Rasulullah pernah bersabda: “Orang yang menimbun barang adalah orang yang bersalah.” Hadis lain yang diriwayatkan oleh Sa’id Al-Musayyab, dari Muammar bin Abdullah, bahwa Rasulullah bersabda: “Tidak ada yang melakukan penimbunan barang kecuali pembuat kesalahan (dosa).” A.H. Siddiqui menjelaskan bahwa tidak semua penimbun yang berbuat kesalahan. Penimbun barang yang sesungguhnya menciptakan keguunaan waktu dan bersaham kepada produksi: yaitu orang yang menyimpan barang dalam masa yang lama dan penjualnya ketika secara komparatif ada permintaan yang lebih terhdap barang tersebut. Orang yang semacam ini berhak mendapatkan saru bagian dari produksi karena ia menyimpan barang untuk satu periode tertentu dan membantu dalam mempertahankan perputaran barang secara tetap di pasar. Pemnimbuan barang yang disalahkan sebagai pembuat dosa adalah orang yang menahan barang di pasar dari consumer sesungguhnya untuk tujuan menciptakan kelangkaan artificial dan dengan demikian ia mengambil keuntungan yang tidak patut dari masyarakat yang tidak berdaya. Lebih detail lihat Muhammad Akram Khan, 1997. Ajaran Muhammad SAW Tentang Ekonomi Islam, Kumpulan Hadis-hadis Pilihan Tentang Ekonomi, diterjemahkan oleh Rifyal Ka’bah, PT BMI dan Institute of Policy Studies Islamabad, Jakarta, hal. 153-154.
6 Jual-beli Najasyi mencakup pengertian kolusi di mana antar penjual satu dengan yang lainnya melakukan kerjasama atau kartel untuk menipu konsumen. Disamping itu dalam transaksi ini si penjual akan menyuruh orang lain untuk memuji barangnya (agar orang lain tertarik membeli) atau menawar dengan harga tinggi (agar orang lain juga membeli dengan harga tinggi). Tadlis merupakan tindak penipuan dengan menyembuyikan informasi harga yang sesungguhnya (ghaban fa hisy) dengan memanfaatkan ketidak-tahuan konsumen yang nantinya bisa melakukan praktik-praktik seperti ba’i al-hadir lil badi yakni menjual barang diatas harga normal, sehingga penjual memperoleh keuntungan yang besar. Allah sendiri secara tegas melarang berbagai praktik-praktik ini seperti tersebut dalam surah Al-Muthaffifin ayat 1-6.
7 Pusat Pengkajian dan Pngembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia (UII) dan Bank Indonesia (BI), 2008. Ekonomi Islam, Rajawali Press, Jakarta, hal. 330.
8 Ibid.
9 Abdul Mannan, 1997. Islamic Economics, Theory and Practice, diterjemahkan oleh.M. Nastangin. Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Dana Bahakti Wakaf, Yogyakarta, hal. 270
10 Monzer Kahf, 2000. Ekonomi Islam, Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam, diterjemahkan oleh Machnun Husein, Aditya Media, Yogyakarta, hal. 73-75.
11 Opcit, hal 300-320
12 Ibid.
13 Ibid.
14 Ibid.
15 Ibid.
16 Ibid.
17 Ibid, hal.218-219
18 Pusat Pengkajian dan Pngembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia (UII) dan Bank Indonesia (BI), 2008. Ekonomi Islam, Rajawali Press, Jakarta, hal. 336-337.
19 Ibid, hal. 342.
20 Monzer Kahf, 2000. Ekonomi Islam, Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam, diterjemahkan oleh Machnun Husein, Aditya Media, Yogyakarta, hal. 76
21 Ibid, hal. 77-78.
22 Ibid, hal. 79-83.

Daftar Pustaka
Abdul Mannan, 1997. Islamic Economics, Theory and Practice, diterjemahkan oleh.M. Nastangin. Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Dana Bahakti Wakaf, Yogyakarta.
Monzer Kahf, 2000. Ekonomi Islam, Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam, diterjemahkan oleh Machnun Husein, Aditya Media, Yogyakarta
Muhammad Akram Khan, 1997. Ajaran Muhammad SAW Tentang Ekonomi Islam, Kumpulan Hadis-hadis Pilihan Tentang Ekonomi, diterjemahkan oleh Rifyal Ka’bah, PT BMI dan Institute of Policy Studies Islamabad, Jakarta.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia (UII) dan Bank Indonesia (BI), 2008. Ekonomi Islam, Rajawali Press, Jakarta.
Qur’an dan Terjemahannya. 1997, Departemen Agama RI.

Jumat, 13 Februari 2009

tanya-jawab hukum (5)


Permohonan Ijin Poligami

Pertanyaan :

Yang terhormat Pengasuh Rubrik Konsultasi Hukum, Saya adalah seorang Muslim yang sudah beristri selama 40 tahun, tetapi selama itu pula kami belum dikaruniai keturunan, ketika saya periksakan ke seorang dokter specialis ternyata ada organ dalam tubuh istri saya yang bermasalah sehingga tidak bisa dibuahi. Dari realita itu karena saya sangat ingin memiliki keturunan, maka saya bermaksud untuk menikah lagi atau berpoligami. Oleh karenanya saya ingin meminta penjelasan bagaimana prosedur permohonan ijin poligami. Demikian terimakasih atas jawabannya.
Mangun Prasojo di Bantul.

Jawaban :

Terimakasih atas pertanyaannya kepada Rubrik ini. Menjawab pertanyaan bapak Mangun, bahwa permohonan ijin poligami diatur dalam pasal 3,4 dan 5 UU.No1/1974, pasal 40-44 PP.No.9/1975 dan pasal 55-59 Kompilasi Hukum Islam (KHI) di mana permohonan ijin poligami harus di ajukan kepada Pengadilan Agama di mana bapak bertempat tinggal (Pasal 4 ayat (1) UU.No.1/1974, Pasal 56 ayat (1) KHI). Adapun Surat Permohonan Poligami harus memuat, identitas dari suami dan termohon yakni istri/para istri, kemudian alasan-alasan untuk berpoligami serta petitum (tuntutan/permohonan). Perlu Bapak ingat, bahwa Permohonan ijin Poligami ini merupakan perkara contentius, yang mensyaratkan persetujuan istri baik secara lisan maupun tertulis yang dalam tahap pembuktian nantinya akan diminta dan dinyatakan didepan persidangan. Hakim juga akan memeriksa alasan poligami sesuat syarat alternatif yang ada yakni, bahwa istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri, bahwa istri cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, atau istri tidak dapat melahirkan keturunan. Majelis Hakim juga akan mempertanyakan kemampuan anda sebagai suami untuk menjamin keperluan hidup para istri dan anak-anak dengan melihat; bukti penghasilan anda, pajak, atau surat keterangan lain yang bisa diterima, juga anda harus membuat pernyataan/perjanjian bahwa anda selaku suami akan berlaku adil terhadap para istri dan anak-anak anda. Dari sini nanti Majelis Hakim akan memeriksa dan akan memberikan putusan apakah anda diijinkan berpoligami atau tidak. Demikian jawaban yang dapat kami berikan. Jika anda merasa belum jelas silakan datang ke kantor kami. Insya Allah kami akan membantu. Terimakasih.

Senin, 09 Februari 2009

tanya-jawab hukum (4)

Permohonan Pengesahan Hak Tanah

Pertanyaan :
Yang terhormat pengasuh rubrik konsultasi hokum, saya memiliki tanah namun belum bersertifikat, statusnya masih letter C, saya ingin meiminta penjelasan bagaimana prosedur mengubah status hak milik tersebut menjadi sertifikat. Demikian pertanyaan dari saya. Terimaksih. Widodo di Pleret Bantul

Jawaban :
Terimakasih atas pertanyaan yang disampaikan. Menanggapi pertanyaan bapak, kami ingin menjealaskan bagaimana prosedur peraliohan tanah letter C menjadi Sertifikat Hak Miliki. Prosedur tersebut cukup mudah: 1) Mengisi formulir permohonan yang tersedia di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota; 2) Foto copy KTP, KK bukti kewarganegaraan dan surat pernyataan ganti nama; 3)Surat Kuasa dan Foto copy KTP Penerima Kuasa bila dikuasakan; 4) Foto copy Surat Ukur yang dimohon; 5) Foto copy bukti pelunasan PBB tahun berjalan; 6) Bukti pelunasan BPHTB dan PPh/SSP; 7) Alas hak berupa Girik Letter C, VI ( Verponding Indonesia) masa pajak 1960-1964; 8) Surat-surat bukti peralihan berupa Akte Jual Beli, Hibah, Tukar Menukar, Risalah lelang dari Kantor Lelang Negara bilamana bidang tanah tersebut karena lelang, pembagian karena warisan, Surat Keterangan Waris ( yang dibenarkan oleh Lurah dan dikuatkan oleh Camat berdasarkan ketetapan Pengadilan) termasuk bukti-bukti peralihan pemilik tanah sebelumnya ( sejak sebelum 24-09-1960 s/d pemilik saat ini); 9) Surat Keterangan Riwayat Tanah yang dibuat oleh Lurah untuk tanah Girik Letter C dan atau yang dibuat oleh Kantor Pertanahan; 10) Surat pernyataan yang diketahui oleh Lurah bahwa tanah yang dimohonkan pengakuan/penegasan haknya tidak dalam keadaan sengketa, tidak dijaminkan, belum pernah dialihkan kepada pihak lain dan belum pernah diterbitkan sertifikat; 11) Surat Pernyataan menguasai fisik Bidang Tanah Sporadik yang dikuatkan oleh 2 ( dua) orang saksi dan diketahui oleh Lurah setempat apabila persyaratan seperti dimaksud pada angka 7 diatas belum/tidak dapat dipenuhi; dan 12) Membayar biaya Panitia "A". Sementara jangka waktu penyelesaian idealnya adalah 90 hari kerja setelah berkas lengkap. Demikian jawaban dari kami, jika anda merasa belum puas, silakan datang ke kantor kami. Terima kasih

Selasa, 03 Februari 2009

Menyoal kembali PP. No 2 tahun 2008


PP. No.2/2008 dalam Perspektif Fiqh Kehutanan
Oleh. Thalis Noor Cahyadi

Persoalan lingkungan, terutama problem kehutanan di tanah air merupakan problem yang sangat krusial bagi bangsa ini. Menurut catatan Walhi, Indonesia memiliki 10% hutan tropis dunia yang masih tersisa, namun dalam catatan Greenpeace, Indonesia termasuk Negara yang memiliki rekor terbanyak melakukan kerusakan hutan di muka bumi ini, baik legal logging yang berlebihan (over cutting) maupun illegal logging yang tak terkendali bahkan seringkali di backingi. Akibatnya, dalam catatan World Resource Institute, 72% hutan asli kita menjadi lenyap dengan menyisakan kerusakan ekologi yang sangat merugikan. Sementara pelaku pembalakan dengan tenang berkeliaran, tanpa banyak dilakukan proses hukum yang maksimal oleh aparat yang berwenang.
Belum lagi permasalahan tersebut dituntaskan, pemerintah justru mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.2 tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Departemen Kehutanan. PP ini dipandang oleh berbagai kalangan terutama pemerhati lingkungan, sebagai satu kemunduran kebijakan. Mereka memandang bahwa kebijakan ini sangat pro-kapitalis terutama kapitalis asing, karena memberikan peluang yang begitu mudah dan murah (hanya Rp.300,-/m2) bagi perusahaan-perusahaan asing untuk menggunakan lahan-lahan hutan sebagai area produksi dan pertambangan tanpa memperhatikan aspek ekologi selama dan paska pemakaian hutan. Bahkan saking murahnya, puluhan aktivis lingkungan iuran untuk bisa ikut menyewa hutan. Ini dilakukan sebagai kritik terhadap kebijakan yang tidak merakyat.

Dalam Kacamata Fiqh Kehutanan
Dalam pemikiran keislaman kontemporer (fikrah al-islamiy al-‘ashriy), persoalan lingkungan dibahas dalam fiqh lingkungan (fiqh al-biah). Isu hutan merupakan bagian dari fiqh lingkungan, namun penulis cenderung menyebutnya sebagai fiqh kehutanan atau fiqh al-ghabat.
Secara fundamental, Islam dalam sumber utamanya yakni al-Qur’an telah mengingatkan bahwa manusia diciptakan sebagai khalifah di muka bumi (al-Baqarah;30). Tugas khalifah adalah memelihara seluruh isi bumi, terutama sumberdaya alamnya, termasuk hutan. Dalam fiqh al-ghabat, kepemilikan hutan berada ditangan umat atau masyarakat (al-milkiyah al-‘ammah) berdasarkan regulasi konstitusi yang disepakati. Hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Ibn Majah secara gamblang menyatakan bahwa kaum muslimin berserikat dalam tiga hal : dalam air, padang rumput [gembalaan], dan api. Harganya (menjual-belikannya) adalah haram.
Hadits ini menunjukkan bahwa tiga benda tersebut adalah milik umum yang tidak bisa dan tidak boleh diprivatisasi oleh Negara terlebih pemerintah. Ditinjau dari metodologi hukum Islam (ilm ushul al-fiqh), ketiga unsur tersebut (air, padang rumput dan api) memiliki kesamaan alasan dalam penetapan hukum (illah al-hukm) yakni aset yang menjadi hajat hidup orang banyak (min marafiq al-jama’ah). Sehingga bentuk kekayaan alam apapun yang itu menjadi hajat hidup orang banyak haram hukumnya untuk di kelola dan komersilkan secara sepihak tanpa memperhatikan kemaslahatan umum, termasuk hutan.
Hutan merupakan asset yang menjadi hajat hidup orang banyak baik secara ekologis maupun sosial-ekonomi, yang jika ini diprivatisasi atau dikomersilkan secara sepihak apalagi oleh orang asing, akan menimbulkan dampak-dampak negatif bagi kepentingan umum.
PP. No. 2 tahun 2008, yang dikeluarkan pemerintah awal Ferbuari lalu, secara konten dan ‘gelagat’ kepentingan impelentasinya berpotensi menimbulkan kerugian dan kemadharatan bagi kepentingan kehidupan masyarakat luas. Secara ekonomi, masyarakat dirugikan dengan harga sewa pemakaian yang sangat murah dengan meniadakan kompensasi atas konservasi dan pemulihan hutan paska penggunaan hutan. Hasil sewanya pun tidak ada jaminan kembali ke Negara, tapi ke kantong-kantong pribadi.
Secara ekologis, PP ini berpotensi merusak ekosistem dan fungsi hutan bagi ribuan makhluk Tuhan yang hidup didalamnya. Ini akan berdampak pada kematian ribuan hewan dan punahnya ribuan jenis tumbuhan yang kemudian mengakibatkan berbagai bencana ikutan, seperti banjir, tanah longsor, meningkatnya suhu udara yang pada gilirannya merugikan kehidupan manusia.
Jika kerugian secara ekonomi dan ekologi terjadi, maka berikutnya bisa dipastikan akan terjadi benturan sosial (social-clash) secara horizontal diantara warga masyarakat, maupun terhadap perusahaan yang mengelola hutan, dan ini sangat merugikan dan mengancam jutaan nyawa manusia.
Dengan argumentasi ini, secara fiqh al-ghabat, PP ini harus dibatalkan, karena mengandung kemadharatan yang sangat merugikan. Rekomendasi ini sangat sesuai dengan kaidah hukum Islam (qawaid al-fiqhiyah) yang menyatakan bahwa segala bentuk kemudharatan atau hal yang membahayakan harus dihilangkan (ad-dhararu yuzal). Kaidah ini disandarkan secara kuat oleh nash, yakni al-Qur’an yang memberikan peringatan keras agar manusia tidak melakukan kerusakan di muka bumi “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya/wala tufsidu fil ardh ba’da ishlaiha”(al-A’raf; 56). Demikian juga dengan sabda Nabi “la dharara wa la dhirar” dimana jangan sampai kita mendatangkan bahaya atau jangan sampai kita membiarkan orang untuk bisa mendatangkan bahaya (HR. Ahmad dan Ibn Majah).
Sebagai pemimpin yang mengaku “Islam”, seharusnya pemerintahan saat ini, tahu dan memahami prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya alam yang telah diberikan oleh Islam. Islam mengajarkan seorang pemimpin untuk selalu menegakkan keadilan dan kemaslahatan bagi rakyatnya, termasuk persoalan lingkungan. Pemimpin berkewajiban untuk mengelola kekayaan alam untuk kemaslahatan dengan tanpa menegasikan kelestariannya. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqh “tasharruf al-Imam ‘ala al-ra’iyyah manuthun bi al-maslahah", artinya bahwa setiap kebijakan Imam/pemimpin dalam mengatur rakyatnya haruslah berpatokan pada asas kemaslahatan (al-Asybah wa an-Nazha`ir fi Al-Furu’).
Pada akhirnya, warga masyarakat berharap pemerintah segera membatalkan PP. No.2 tahun 2008 ini, serta berharap pemerintah lebih peduli terhadap persoalan lingkungan hidup dengan membuat kebijakan-kebijakan yang populis, pro-rakyat dan maslahah. Jika ini tidak dilakukan, maka bisa jadi pemerintahan saat ini akan kehilangan kepercayaan dari masyarakat (people distrust). Wallahu a’lam bishawab

WAR AGAINST PRESS CRIMINALIZATION

WAR AGAINST PRESS CRIMINALIZATION
By Th. Noor Cahyadi

On Wednesday 20, 2008, Bersihar Lubis, a senior Journalist was sentenced 1 month prison with 3 months for trial period by the Judge of District Court, Depok, West Java. Several months ago, the Judge of District Court, Sleman, Jogjakarta, also sentenced Risang Wijaya, Ex-General Manager of Jawa Post-Radar Jogja for 8 months prison and then Supreme Court sentenced him for 6 months through cassation which he proposed. Risang and Bersihar cases are two of many cases of press criminalization in Indonesia. Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) recorded that there were 75 cases happened during 2007. That increased too many for 2006, that occurred 57 cases.
The cases are ironic cases in the middle of Reformation Era, which freedom of expression and opinion are protected by our constitution including press freedom. Article 28 E, verse 2 and 3, UUD 1945 states it clearly. The rights also are protected by Human Rights Law No.39 tahun 1999, Civil and Political Rights Law No. 12 tahun 2005 and also Press Law No. 40 tahun 1999.
At Bersihar case, The Judge still uses Haatzai Artikelen of KUHP to sentence journalists who deemed offend the authority. The Judge deemed that Bersihar affronted Attorney General in his writing at Tempo newspaper on March 17, 2007 ago by title “Kisah Introgator yang Dungu”. According to the Judge, Bersihar was against the Law, especially article 207 of KUHP. In his column, Bersihar criticized Attorney General’s policy that prohibited books circulation of history lesson for SMP and SMU. According to him, the ban was done blindly without comprehensive research. He quoted Yusuf Isak speech at Indonesia Literature Day in Paris, October 2004. Yusuf Isak told when the attorney officer interrogated him related to publication of Pramudya Ananta Tour’s books. In English speech, Yusuf mentioned word “idiot”. From this word Bersihar used word “dungu”. According to the Judge that word ‘dungu” had a more heavy meaning than “stupid”, the Judge deemed that Bersihar did not only quote but also add new words. Therefore, he qualified the element of article 207 KUHP, he affronted the general authority.
If we try to look at the sentence with constitution law point of view, the Judge should not use article 207 KUHP as an argumentation. This article is a rubber article (Haatzai Artikelen) which has many interpretations. Word “affront” in that article does not have clear criteria that run the chance of being interpreted extend and implemented by the apparatus and the authority as they like. It means that critics can be interpreted as affront. So the interpretations disagree about democracy’s principles and violate the principle of legal security (rechtsonzekerheid).
The Judge should realize that KUHP is derived from Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch – Indie (Staatsblad 1915 Nomor 732), which applied based on Oendang-Oendang 1946 Nomor 1 about Peratoeran Hoekoem Pidana juncto Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 about Stated Applying to Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 about Peraturan Hukum Pidana for All Area of Republic of Indonesia and changed Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. So that the articles of KUHP are inapplicable and not relevant as the matter stands.
Based on this argumentation, the Constitution Court (MK) declared off rubber articles (Haatzai Artikelen) at KUHP. MK issued two adjudication, they are adjudication No. 013-022/PUU-IV/2006 and No. 6/PUU-V/2007 that declared off articles 134, 136 bis and 137 KUHP, and articles 154 and 155 KUHP and stated that the articles disagreed about the Constitution of the Republic of Indonesia, UUD 1945 article 28 E, verse (2) and (3).
Although article 207 KUHP was not declared off yet by MK, but there is same spirit as articles above. The Judge should become the adjudication of MK as discretion to sentence. Moreover freedom of press is protected and ruled by Press Law No. 40 tahun 1999. The Judge should use this Law to sit in on judgment Bersihar, not use KUHP because this Law is special law for Journalism or press (lex specialis derogate lex generalis).

Against by Judicial Review and Legislative Review
According to writer, there are two ways to war against press criminalization. The first, Press Organizations which have legal standing can bring the articles of KUHP, such as articles 207 and 310 to the Constitution Court (MK) by Judicial Review. Press Organizations have to struggle to declare off the articles because they are always excessively used by the authority and the apparatus to abuse of power which aggrieve journalists. The second, we can propose legislative review to the parliament (DPR). Writer looked that Press Law has many weaknesses. No one of 21 articles of Press Law which loads verses which regulate calumniation, humiliation or aspersion, whereas KUHP loads them. This is one of the reasons of the apparatus (police, attorney, and judge) prefer to use KUHP. Even, in the explanation of article 12 press law ran the chance using KUHP; “…as long as about criminal responsibility refers to the Law prescribes”. Therefore, the Press Council of Indonesia should prepare an amendment of press law which can be applied as lex specialis from KUHP.
However, if we try to think smart that press freedom were ruled by press Law is a mandate of the constitution of the republic of Indonesia, so that everyone, both citizen and state authority, must respect. Using rights to answer as would be regulated by Press Law should be as first way to take when someone feels aggrieved by press, and press must rectify and clarify to public. Through this way we can solve and finish fast the problem and more cost effective.
Finally, freedom of expression both opinion and press needs an awareness and responsible behavior, both media, state authority, and community. Democracy will not run well without awareness and maturity. Our community hopes press able to increase human resources and still able to control the government’s policy. If both function of education and function of controlling runs consecutively so press will be the first pillar of democracy in Indonesia.

tanya-jawab hukum (3)

Nebis in Idem

Pertanyaan:
Apakah seseorang yang dibebaskan dalam Peradilan Pidana dapat menuntut haknya kembali dalam Peradilan Perdata dengan dasar Pencemaran Nama Baik? Apakah gugatan tersebut dapat dikategorikan sebagai ne bis in idem? Karena Pokok Perkaranya sudah pernah diperiksa di Pengadilan Pidana? Hutagalung, Depok Sleman Terima Kasih

Jawaban
Seseorang yang dilaporkan sebagai Tersangka dan dibebaskan dalam putusan pengadilan pidana, sesungguhnya dia tidak bisa menuntut melalui gugatan perdata. Secara tegas, hal ini sudah diatur dalam UU Perlindungan Saksi & Korban yaitu Pasal 10 (1) Saksi, Korban, dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya. (2) Seorang Saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap Saksi, Korban, dan pelapor yang memberikan keterangan tidak dengan itikad baik. Dalam praktek, seorang korban yang "merasa" hak-nya dirugikan karena adanya dugaan tindak pidana, telah melaporkan ke polisi, dan terlapor-pun sempat ditahan. Namun dalam proses persidangan pidana si-terdakwa dinyatakan bebas. Kemudian si-terdakwa yg bebas ini menggugat perdata kepada si-pelapor [yg menjadi tergugat], dan nyatanya gugatan ini ditolak oleh Majelis Hakim Perdata. Karena sesungguhnya untuk melaporkan suatu dugaan tindak pidana adalah Hak Asasi Manusia. Walaupun si-terlapor tidak terbukti bersalah [dia bebas karena putusan hakim pidana], maka perbuatan si-pelapor bukan merupakan perbuatan melawan hukum : lihat pasal 10 ayat 1 UU Perlindungan Saksi & Korban, dan didukung pula oleh beberapa yurisprudensi yang salah satunya Putusan MA Tgl. 30 Desember 1975 No.562 K/Sip/1973. Jadi tidak ada unsur kesalahan pencemaran nama baik, karena seseorang melaporkan pidana dengan putusan bebas terhadap si-tersangka/terdakwa. Upaya hukum yang bisa dilakukan bagi si-tersangka, adalah mengajukan permohonan pra-peradilan untuk menuntut rehabilitasi atau ganti rugi kepada penyidik kepolisian atau JPU. Tetapi yg perlu diketahui, bahwa suatu putusan rehabilitasi, biasanya sudah langsung tertera pada putusan yang membebaskan si-tersangka. Jadi tinggal menuntut ganti rugi saja.

Jumat, 30 Januari 2009

tanya-jawab hukum (2)


PIDANA ABORSI
Pertanyaan:
Yang terhormat pengasuh rubrik. Akhir-akhir ini sering kita lihat di TV banyak perempuan terutama perempuan muda yang melakukan aborsi Saya ingin meminta penjelasan bagaimana sesungguhnya hukum di Indonesia melarang aborsi. Terimakasih. Suyanto di Klaten.
Jawaban:
Terimakasih atas pertanyaan yang disampaikan. Menurut hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin termasuk kejahatan,yang dikenal dengan istilah “Abortus Provocatus Criminalis”. Mereka yang menerima hukuman adalah 1) Ibu yang melakukan aborsi;2) atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi; 3) dan orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi. Beberapa pasal dalam KUHP yang melarang aborsi: Pasal 229: (1).Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.(2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan  perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.(3).Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu. Pasal 341: Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Pasal 342: Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Pasal 343: Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana. Pasal 346: Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Pasal 347 (1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2)Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Pasal 348:(1). Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Pasal 349: Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bisa bermanfaat. terimakasih

tanya-jawab hukum (2)

PIDANA ABORSI

Pertanyaan:

Yang terhormat pengasuh rubrik. Akhir-akhir ini sering kita lihat di TV banyak perempuan terutama perempuan muda yang melakukan aborsi Saya ingin meminta penjelasan bagaimana sesungguhnya hukum di Indonesia melarang aborsi. Terimakasih. Suyanto di Klaten.

Jawaban:

Terimakasih atas pertanyaan yang disampaikan. Menurut hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin termasuk kejahatan,yang dikenal dengan istilah “Abortus Provocatus Criminalis”. Mereka yang menerima hukuman adalah 1) Ibu yang melakukan aborsi;2) atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi; 3) dan orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi. Beberapa pasal dalam KUHP yang melarang aborsi: Pasal 229: (1).Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.(2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.(3).Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu. Pasal 341: Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Pasal 342: Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Pasal 343: Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana. Pasal 346: Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Pasal 347 (1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2)Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Pasal 348:(1). Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Pasal 349: Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.

Demikian jawaban dari kami, semoga bisa bermanfaat. terimakasih

Jumat, 23 Januari 2009

tanya-jawab hukum (1)

PENANGGUHAN PENAHANAN

Pertanyaan :

Yang terhormat pengasuh rubric konsultasi hukum, saya ingin meminta penjelasan tentang kasus yang menimpa adik saya yang berusia 15 tahun yang ditahan di kepolisian karena disangka melakukan penganiayaan terhadap temannya. Saya ingin mengetahui bagaimana prosedur pengajuan penangguhan penahanan atas kasus yang menimpa adik saya. Demikian, terimakasih atas penjelasannya. Suwarno di Sleman

Jawaban:

Terimakasih atas pertanyaan yang diajukan kepada kami. Atas kasus yang menimpa adik anda, anda memiliki hak untuk mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan yang ditujukan kepada instansi kepolisian di mana adik anda ditahan. Sesuai dengan Pasal 31 KUHAP yang memberikan kemungkinan bagi dilakukannya penangguhan penahanan dengan tanpa jamin uang atau orang. Bahwa penangguhan penahanan sebagaimana tersebut dalam Pasal 31 KUHAP menghendaki syarat tertentu, yang dalam penjelasannya syarat tersebut adalah wajib lapor, tidak keluar rumah atau keluar kota. Bahwa dalam rangka itu, anda atau keluarga anda bisa menjamin dan memberikan pernyataan tertulis bahwa adik anda (tersangka) tidak akan merusak atau menghilangkan barang bukti, tidak melarikan diri dan atau mengulangi tindak pidana tersebut. Sehubungan dengan usia adik anda yang masih tergolong usia anak-anak, Pasal 4 (1) UU RI No. 13 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak menyatakan bahwa penahanan dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingan anak dan atau kepentingan masyrakat. Dalam penjelasannya dinyatakan pada dasarnya penahanan dilakukan untuk kepentinagn pemeriksaan, namun penahan terhadap anak harus pula memperhatikan kepentingan anak yang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik, mental, maupun sosial anak dan kepentinagn masyarakat. Hal ini juga dikuatkan dengan isi Konvensi Hak Anak yang mengeksplesitkan bahwa penahanan terhadap anak tidak boleh serta merta merampas hak-hak yang melekat pada mereka. Jika anda merasa bahwa aparat telah melakukan pelanggaran maka anda berhak mengajukan pra-peradilan terhadap perilaku aparat tersebut. Demikian jawaban singkat yang bisa kami berikan, jika anda memerlukan bantuan kami, silakan datang ke kantor kami, kami siap membantu anda. Terimakasih.

Rabu, 14 Januari 2009

Global Conspiracy

Book Review
Terrorism and Global Conspiracy
By Thalis Noor Cahyadi

Title : Devil’s Game; How The United States
Helped Unleash Fundamentalist Islam
Indonesian Title : Devil’s Game; Orchestra Iblis, 60 tahun
Perselingkuhan Amerika-Religious Extrimist
Author : Robert Dreyfuss
Translator : A. Maftuh Abe Gabriel
Thickness : xxxiii + 486 pages
Publisher : SR-ins Publishing Yogyakarta

Discussing the Global Terrorism, or what George Walker Bush calls GWOT (Global Warning on Terrorism), it sounds identical with an Islam Fundamentalism, but is that true?
That point of view can be true or false, but from other perspective it will be a different point of view. This view is close to a global conspiracy concept of USA or another. Global conspiracy that has been arranged by the super power country as a powerful conspiracy to conquer to economic sources of the middle eastern countries, for example, which are rich with oil, and the developing countries which are rich with natural resources, from Africa to South East Asia, including Indonesia. The model is coinciding of the issue and authorizing politics. It reminds us to a book titled “Confessions of an Economic Hit Man”, by John Perkins, a strategic economy expert who worked for Chas T. Main, an International Factory in Boston, Massachusett which is to agent of the economic hit man, World Bank, IMF and the US Government.
Perkins writes that the first strategy of the hit man is to make a deal with to developing countries by giving huge debts which exceed their economic capacity. So, with that strategy the USA through the IMF or the World Bank would easily acquire the asset as debt payment and dictate the economy or the politic running. Indonesia is one of the victims, and it must struggle to escape from the debt trap.
If the developing country can not be approached through economy and politic, the second strategy will be applied. They send CIA agents, the jackals or the jackals of economy and politic. Then they provoke revolution or croup de e’tat in the incorporated countries. It happened in the Middle East when Syah Iran was toppled by Ayatullah Khomaini or the Afghan regime by Taliban. This strategy as been described by Robert Dreyfuss, the expert of political investigation and State Security in his book: Devil’s Game: The United States Helped Unleash Fundamentalist Islam. Through a long report, Dreyfuss did a critical investigation, how the USA and the Jackal apply the economical and political strategy in Middle East (1945-1970), moreover to win the influence in USSR at the Cold War. Together with Saudi Kingdom and Afghanistan, the USA supported the development of Islam Politic discourse to establishment and support to the hard line of Islam which are called “Religious” to fight against the communism penetration to the Middle East and to build nationalism in this area.
The starting point of the radical Islam birth began when USA and British support the Wahabi movement commanded by Mohammad Abdul Wahab, which held the main political role of King Saud who later became the King of Saudi Arabia. The cooperation between King Saud then King Faisal with Roosevelt, the USA President in that era, as the entry point of the birth of Islamic radical movements which then sprout, from Ikhwanul Muslimin in Egypt, Jama’at el-Islam in Pakistan to Hamas in Palestine.
The Embryo continued with establishment of the center of Battle Training and Education in Pheswar, Pakistan. Thousands of weapons distributed by the US government and billions dollar ad been spent by Saudi Arabia Kingdom to fund this military camp. In this camp, thousands of Muslim from all over the world, including Indonesia, came together to discuss and build the Islamic Caliphate, and the refusal of both communism and nationalism. Also, here the alumni were born they were recruited by the Intelligent agent of CIA or at least were able to support political economic of USA.
Through these alumni, the USA, the British, and Saudi Arabia used to yell the communism and nationalism. Te birth of Pan-Islamism by Jamaludin al- Afghani, an Egyptian adventurer who was the ambassador of France-British, then he was succeeded by his companions such Muhammad Abduh, Rasyid Ridha also Hasan al-Banna, the founder of Ikhwanul Muslimin as the beginning of the succeed of the Jackal’s conspiracy.
The war between Afghanistan and USSR commanded by the Mujahid Guerilla, an alumnus group of Pheswar camp who were from Muslim around the world, including Indonesia. They are the mobilization of the jackal’s conspiracy theory. In this war, Osama Bin Laden took an important role as the agent of both Saudi Arabia Kingdom and the CIA, including Ayatullah Khomaini and the coup de e’tat against Shah Iran, also Saddam Husein in the bloody coup de e’tat from Baath party.
After the phenomenon within the Middle East and other Asian regions, it is found that the seed has grown rapidly over the US control and its allies. The radical Islam turns to fight back the US power, until it accumulated in the biggest event on September 11, 2001. WTC, as the US civilization building was destroyed. It is a “dishonest” of the radical Islam, Agus Maftuh called it. The appearance of Osama bin Laden-through al-Qaidah, an underground organization wit its terror power and hidden attack, but now it is a forbidden organization and the most wanted one – as a dishonest struggle icon.
For that reason, the USA considers the Jackal’s plan fail in Middle East. So the USA, as what John Perkin stated, ad to take the last strategy, by military invention to region considered “incorporated”. So with GWOT (Global Warning on Terrorism) and the indication of Osama bin Laden existence together wit its bitter dishonest partner (the Taliban Regime), the US also do Jihad to attack Afghanistan. Soon after Afghanistan and the Taliban were toppled, but Osama still can not be found, the same strategy was applied in Iraq with different issue it is a nuclear and chemistry weapon. The Saddam Husain regime which had been authorized in almost a half century restored. Finally, although this book never uses original resources as references such as Arabic literature which often quoted by Dreyfuss, but the content of this book is important for us to know deeply how global conspiracy happened in many countries in the world.

Polisi dan HAM

POLISI DAN HAM

Oleh. Thalis Noor Cahyadi


Usia Polisi RI sudah tidak muda lagi, berbagai problema hukum dan kemasyarakatan menjadi tantangan besar bagi Polisi kita. Amanah reformasi di tubuh Polri sepertinya terus dijalankan meski ribuan persoalan baru terus juga berdatangan. Salah satunya adalah persoalan hak asasi manusia (HAM). Persoalan ini nampaknya menjadi benturan hebat manakala polisi melaksanakan tugasnya terutama sesuai pranata dalam hukum acara pidana serta dalam berhadapan dengan unjuk rasa masa. Mulai penerapan UU. No 9 tahun 1998, juga proses penangkapan, maupun proses penyidikan lainnya yang sarat dengan benturan isu hak asasi manusia. Bagaimanakah sesungguhnya Polisi dan hak asasi manusia diletakkan pada posisinya.

Jika dilihat secara cerdas, polisi bukanlah manusia, melainkan salah satu aparat negara (state apparatus). Polisi adalah sebuah isntitusi negara yang memiliki kekuasaan dan kewenangan (authority) tertentu dalam masyarakat. Sebagai institusi negara, aparat kepolisian juga mempunyai kewajiban terhadap penghormatan dan perlindungan hak-hak manusia.
Karena polisi bukanlah manusia, maka tidak dikenal istilah atau ketentuan mengenai ‘hak polisi’ dalam norma-norma hak manusia. Polisi adalah suatu identitas lembaga (institusi) yang berada di luar diri (orang) yang bekerja di kepolisian.
Dengan begitu pula, tidak ada ketentuan ‘hak komisaris polisi’ sebagai hak manusia, karena ‘komisaris’ menunjukkan kepangkatan dalam kepolisian. Komisaris ini sesuatu yang berada di luar diri pribadi (orang) yang mengenakan pangkat tersebut. Dan orang yang mengenakan pangkat ‘komisaris’ akan berakhir jika pribadi yang mengenakannya naik pangkat ke tingkat inspektur jenderal atau akan mengakghirinya jika telah pensiun.
Hak manusia hanya melekat pada pribadinya, bukan pada ‘polisi’. Yang disebut manusia adalah orang perorang tanpa memandang apakah ia bertugas sebagai polisi atau politisi, pegawai negara, buruh industri dan pengusaha atau pula petani dan nelayan. Yang ditekankan adalah orangnya, bukan jabatan atau institusi dimana orang tersebut bekerja. Di luar jabatan, institusi atau profesi, setiap orang memiliki hak manusia karena semata-mata setiap orang adalah manusia.
Sebagai bagian dari aparat negara, polisi juga mempunyai kewajiban untuk menghormati dan melindungi hak-hak manusia dalam pertaliannya dengan pencegahan dan penindakan berbagai kejahatan. Dalam pertaliannya dengan manusia, aparat kepolisian hanya mempunyai kewajiabn. Setiap kewajiban haruslah ditunaikan. Jika polisi gagal menunaikan kewajibannya, maka hak-hak manusia dipastikan terancam.

Kewenangan dan Tugas Polisi
Sebagai pihak atau aparat yang memiliki kekuasaan dalam masyarakat, polisi mempunyai kewenangan yang bertalian dengan beban tugas dan fungsinya. Kewenangannya bertalian dengan pelayanan –biasa disebut pengayoman- yang ditujukan pada anggota-anggota masyarakat atas keamanan dan kejahatan.
Tugas yang dibebankan kepada polisi oleh hukum ada dua; pertama, melayani dan melindungi semua orang dari perbuatan melawan hukum. Hukum pada setiap negara pasti memiliki hukum pidana. Semua perbuatan yang melawan hukum ini senantiasa dilarang. Dan polisi dibebankan tugas untuk melayani dan melindungi semua orang dari perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana.
Kedua, mencegah dan memberantas perbuatan melawan hukum (tindak pidana) sesuai ketentuan hukum (materiil) pidana yang menentukan butir-butir mengenai tindak pidana. Selain dilarang, setiap orang yang melakukan tindak pidanan akan dikenai sanksi hukum baik sansksi penjara maupun denda. Polisi mengemban tigas untuk menghadapi orang-orang yang diduga pelaku tindak pidana.
Jika seseorang menjadi sasaran (target) suatu tindak pidana, maka polisi harus menunaikan tugasnya untuk melayani dan memberikan perlindungan pada orang yang bersangkutan. Jika tidak, polisi dapat dituduh mengingkarai tugasnya, karena membiarkan orang tersebut menjadi sasaran tindak pidana.
Seiring dengan tugas melindungi semua orang dari perbuatan melawan hukum, polisi juga harus menjalankan tugas untuk ‘melumpuhkan’ orang yang hendak melakukan tindak pidana. Jika tidak, polisi juga dapat dituduh membiarkan tindak pidana. Dengan mengacu pada tugas dan wewenangnya, membiarkan tindak pidana sama saja dengan ikut melakukan tindak pidana itu sendiri.
Penting pula ditekankan, dalam menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak hukum (law enforcement official), polisi dilarang untuk melakukan korupsi, sebagaimana yang terdapat dalam Undang-undang Anti Korupsi, tindak korupsi adalah perbuatan yang dilarang dan termasuk sebagai tindak pidana. Polisi harus menunjukkan sikap dan tindak tanduknya untuk mennetang keras dan memerangi perbuatan korupsi.
Suatu masyarakt seperti di India, para polisi yang diduga keras terlibat dalam serangkaian kejahatn dan korupsi, dikelompokkan sebagai ‘polisi kotor’. Sementara yang mempunyai track record sebagai pembasmi kejahatn akan dikenang sebagai ‘polisi bersih’ dan ‘pahlawan masyarakat
Perlindungan Hak Manusia
Sebagaimana semua negara terikat, maka polisi sebagai bagian dari aparat negara juga wajib menghormati dan melindungi martabat manusia serta menjunjung tinggi hak semua orang. Dasar kewajiban ini jelas bahwa semua orang berkedudukan sama didepan hukum dan berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Kewajiban dan tugas yang dibebankan kepada polisi, sebaiknya memenuhi standar internasional seperti yang tercantum dalam empat perangkat internasional lainnya, yaitu; a] Kode Etik untuk Aparat Penegak Hukum (Code of Conduct for Law Enforcement Official). b] Prinsip-prinsip Dasar Tentang Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Aparat Penegak Hukum (Basic Principles on Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials), c] Prinsip-prinsip untuk perlindungan semua orang di bawah Setiap Bentuk Penahanan dan Pemenjaraan (Body Principles for Protection of All Persons Under Any Form of Detention for Imprisonment), serta d] Kekuatan Standar Minimum untuk Perlakuan Tahanan (Standard Minimun Rules for the Treatment of Prisoners).
Dalam menunaikan tugasnya untuk menegakkan hukum pidana, polisi berkewajiban meindungi hak-hak manusia. Setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi. Polisi tidak diperkenankan untuk melakukan penangkapan dan penahanan yang sewenang-wenang (arbitrary arrest and detention) serta juga tidak diperkenankan untuk merampas kebebasan seseorang, kecuali atas prosedur dan alasan-alasan yang ditetapkan hukum. Saat penangkapan, polisi harus memberitahu alasan dan tuduhannya. Seseorang yang ditahan harus segera dihadapkan ke depan hakim dan ia berhak pula menuntut putusan keabsahan penahanannya. Dan jika menjadi korban penangkapan atau penahanan yang tidak sah, seseorang berhak atas suatu konpensasi.
Setiap orang yang berada dalam wilayah kekuasaan negara secara sah berhak atas kebebasan bergerak dan memilih tempat tinggalnya. Begitu juga menyangkut privacy setiap orang bahwa tidak seorangpun diperbolehkan campur tangan yang sewenang-wenang atas kehidupan pribadi, keluarga dan rumah tangganya atau huhungan surat-menyuratnya, atau diserang secara tidak sah kehormatan dan nama baiknya. Dan perlindungan hukum harus diberikan atas serangan seperti itu.
Polisi sebagai aparat yang bertugas untuk mencegah dan memberantas kejahatan serta menegakkan hukum pidana, haruslah mengambil langkah-langkah untuk melindungi hak-hak manusia, termasuk orang-orang yang diduga melakukan tindak pidana. Polisi tidak boleh mengambil tindakan diluar kewenangannya.

Anak Berkonflik Dengan Hukum

PENANGANAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM

Oleh. Thalis Noor Cahyadi

Pemerintah RI melalui Keppres No. 36 tahun 1990 telah meratifikasi Konvensi Hak Anak. Dengan demikian, secara moral dan politis, pemerintaha terikat dan memeiliki kewajiban untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam konvensi tersebut.
Aturan internasional lainnya yang menjadi acuan banyak negara dalam menangani AKH adalah Peraturan Minimum Standar PBB tentang Administrasi Peradilan bagi Anak yang dibuat pada thaun 1985. Peraturan ini dikenal denan nama “Beijing Rules”.
Konvensi Hak Anak mewajibkan agar dalam penanganan AKH memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak. Ditegaskan bahwa: “penangkapan, penahanan dan pemenjaraan seorang anak harus sesuai dengan hukum dan dilakukan sebagai upaya terakhir untuk jangka waktu yang paling singkat”.
Pada tingkat nasional beberapa aturan khusus yang berkaitan dengan anak yang berkonflik dengan hukum (AKH) adalah:
1. UU. No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
2. UU. No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
3. UU. No. 23 thaun 2002 tentang Perlindungan Anak

Sedangkan pada pelaksanaan penganganan AKH di tingkat kepolisian tentunya juga memperhatikan aturan-aturan hukum sperti:
1. UU. No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP
2. UU. No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI
3. Peraturan/keputusan internal kepolisian

Keseluruhan aturan hukum di atas menjadi landasan bagi penyidik dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap AKH. Jika hal itu terpenuhi, maka berbagai perlakukan yang dinilai “merendahkan harkat dan martabat anak” dapat terhindari. Kepolisian sebagai institusi negara diharapkan dapat bekerja secara prosfesional dan menjadi kebanggaan masyarakat sesuai dengan UU. No.2 tahun 2002

PENYIDIK ANAK
Menurut UU. No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, pasal 1 angka 5 dan pasal 41 angka 1 dan 2 penyidik yang meangani AKH adalah penyidik anak yang ditetapkan berdasarkan surat keputusan Kapolri. Ada persyaratan untuk menjadi penyidik anak, yakni:
1. berpengalaman sebagai penyidik tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.
2. mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memehami masalah anak.

Pada UU. No.2 tahun 2002 mengenai Kepolisian RI, secara tegas juga dinyatakan bahwa dalam proses penyelidikan dan penyidikan, salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah penghormatan terhadap HAM (pasal 16, ayat 2d)
Aturan di atas semakin memperjelas bahwa penanganan AKH harus dilakukan secara cermat dan teliti seghingga tidak merugikan dan melanggar hak-hak anak. Penyidik yang tidak memenuhi kriteria di atas, besar kemungkinan akan memperlakukan anak-anak sebagaimana manangani orang dewasa.

TUGAS DAN KEWENANGAN

UU. No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI
Pasal 16 ayat 1: ”dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimkasud dalam pasal 13 dan 14 dibidang proses pidana,

a. melakukan penangkapan, penahganan, penggeledahan, dan penyitaan;
b. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk
kepentingan penyidikan;
c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;
d. menyruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal
diri;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan
i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat
pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah dan
menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;
k. memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta
menerima hasil penyidikan dan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan
kepada penuntut umum; dan
l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab

Pasal 16 ayat 2: Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf l adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut;
tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;
harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa
menghormati hak asasi manusia

PEMANGGILAN
Penyidikan memiliki wewenang untuk memanggil seseorang baik sebagai saksi maupun tersangka pelaku tindak pidana. Dalam hal tersangkanya adalah usia anak, sebaiknya penyidik melayangkan surat panggilan kepada anak. Untuk menghindari terjadinya kesalahan pamahan surat panggilan sebaiknya dilampiri dengan surat pengantarr yang ditujukan ke orang tua/wali supaya membawa anaknya ke kepolisian.
Dalam KHA pasal 40 ayat 2 huruf (b) disebutkan bahwa:
Setiap anak yang disangka atau dituduh telah melakukan pelanggaran hukum memiliki setidaknya jaminan-jaminan sebagai berikut:
- dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah menurut hukum;
- diberi dengan segera dan secara langsung tentang tuduhan-tuduhan yang ditimpakan kepadanya dan, jika perlu, melali orang tuanya atau walinya, serta mendapat bantuna hukum atau bantuan lain yang diperlukan bagi penyiapan dan penyampaian pembelaannya;

PENANGKAPAN
· KUHAP pasal 17 dan UU.No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI dalam pasal 16 ayat 1 huruf (a). Penangkapan memiliki arti: “suatu tindakan penyidik yangberupa pengekangan untuk smenetara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut UU ini.
· UU. No.39 tahun 1999 tentang HAM :” setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan atau dibuang secara sewenang-wenang”.
· KHA : “penangkapan, penahanan dan atau pemidanaan penjara bagi anak hanya boleh dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dilaksanakan sebagai upaya terakhir”

Prosedur Penangkapan:
1. Penangkapan hanya bias dilakukan sebagai upaya terakhir
2. upaya penangkapan sebaiknya didahului dengan mengirimkan surat panggilan melalui orang tua/keluarga
3. sebisa mungkin pelaksana penangkapan tidak menggunakan seragam dan perlengkapan persenjataan kepolisian dan menjunjung HAM, khususnya hak anak
4. penangkapan hanya bias dilakukan terhadap anak yang dinyatakan atau diduga keras melakukan suatu tindak pidana dan dengan bukti awal yang cukup
5. pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas Kepolisian RI dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang menyatakan identitas tersangka serta menyebutkan alas an penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan serta tempat ia diperiksa
6. Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu terdekat
7. tembusan surat perintah penangkapan diberikan kepada keluarganya segera setelah pangakapan dilakukan
8. penangkapan hanya dapat dilakukan paling lama 1x24 jam (kecuali UU menyebutkan lain)

Dasar Hukum Penangkapan

Konvensi Hak Anak
Pasal 37 huruf (b): tidak seorang anakpun dapat dirampas kebebasannya secara melanggar hukum atau dengan sewenang-wenang. Penangkapan, penahanan atau pemenjaraan seorang anak harus sesuai dengan UU, dan hanya digunakan sebagai upaya terakhir dan untuk jangka waktu terpendek dan tepat.
Pasal 40 ayat 2 huruf (a): tidak seorang anakpun dapat dinyatakan, dituduh, atau diakui telah melanggar hokum pidana, karena alas an telah berbuat atau tidak berbuat yang tidak dilarang oleh hukum nasional dan internasional pada waktu perbuatan-perbuatan itu dilakukan.

UU.No.39 tahun 1999 tentang HAM
Pasal 34: Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan atau dibuang secara sewenang-wenang.
Pasal 66 ayat 4: penangkapan, penahanan atau pidana penjara anak hanya boleh dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir.

UU. No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI
Pasal 16 ayat 1 huruf (a): tentang wewenang kepolisian dalam melakukan pangkapan, penggeledahan dan penyitaan.
Pasal 19 ayat 1: dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya pejabata Kepolisian Negara RI senantiasa bertindak berdasarkan norma hokum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan dan menjujung tinggi HAM.

KUHAP
Pasal 16 ayat 1: untuk kepentingan penyelidikan, penyeledik atas perintah penyidik berhak melakukan penangkapan.
Pasal 17: perintah penagkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan permulaan bukti yang cukup
Pasal 18 Ayat 1: pelaksanaan tugas penagkapan dilakukan oleh petugas kepolisian RI dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah pengakapan yang menyatakan identitas tersangka serta menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan serta tempat ia diperiksa
Pasal 18 Ayat 2: tembusan surat perintah sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penagkapan dilakukan.
Pasal 19 ayat 1: tembusan surat perintah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 17, dapat dilakukan paling lama satu hari.
Pasal 19 ayat 2: terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan penangkapan keuali dalam hal ia telah terpanggil 2 kali berturut-turut tidak memnuhi panggilan itu dengan alas an yang sah.

UU. NO.23 TAHUN 2002 Tentang Perlindungan Anak

Pasal 16 Ayat 3: penahanan, penangkapan atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hokum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir

UU. No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
Pasal 43 ayat 1: Penangkapan anak nakal dilakukan sesuai dengan ketentuan KUHAP
Pasal 43 ayat 2: Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu) dilakukan untuk pemeriksaan dengan jangka waktu paling lama 1 (satu) hari

Pemeriksaan (BAP)
Pemeriksaan merupakan bagian dari rangkaian penyidikan oleh penyidik. Dalam UU. No 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak ditegaskan bahwa penyidikan terhadap anak yang disangka melakukan tindak pidana dilakukan oleh penyidik anak. Penyidik anak ditetapkan berdasarkan Surat keputusan Kepala Kepolisian RI atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian RI. Penyidikan anak selain harus sudah berpengalaman menyidik orang dewasa juga harus mempunyai minat,perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak.
Untuk memperoleh keterangan dari AKH penyidik dituntut untukselalu mengedepankan kepentingan yang terbaik bagi anak. Mabes Polri dan UNICEF telah mengembangakan model pemeriksaan terhadap anak melalui Metode Wawancara. Metode wawancara ini dianggap sebagai salah satu cara memperoleh informasi penyelidikan dan penyidikan yang ramah terhadap AKH.
Metode interogasi bagi tersangka anak dianggap tidak ramah terhadap anak dan cenderung melanggar hak anak. Hal ini terjadi karena prosessnya yang cenderung memojokkan anak, sehingga anak mengalami tekanan yang sangat hebat. Demikian juga ditemukan praktek-praktek penyiksaan untuk mendapatkan pengakuan dari tersangka. Praktek-praktek ini snagat bertentangan dengan hokum yang ada dan juga melanggar HAM.
Wawancara merupakan bentuk interaksi verbal yang dirancang untuk dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tertentu. Secara umum wawancara bertujuan untuk:
mengumpulkan informasi
mengumpulkan bukti-bukti
mendapatkan kesempatan untuk melakukan observasi
untuk menentukan fakta yang beraneka dalam berbagai keadaan atau situasi keontekstualnya
untuk dapat kejelasan mengenai pendapat sikap maupun kecenderungan tentang sesuai hal yang sedang diselidiki

Dasar Hukum Pemeriksaan/Wawancara

KHA:
Pasal 3 ayat 1: mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak
Pasal 12 ayat 1: anak yang memiliki kemampuan untuk menyatakan pendapatnya sendiri memiliki hak untuk secara bebas mengekspresikan pendapatanya dalam segal hal menyangkut anak tersebut

KUHAP
Pasal 52: Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak untukmemberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim
Pasal 54: tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hokum dari seorang atau lebih penasehat hukum selama pemeriksaan
Pasal 55: tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasehat hukumnya
Pasal 56 : tersangka atau terdakwa yang diancam pidana mati atau 15 tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang di ancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hokum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka.
Pasal 56 ayat 2: setiap penasehat yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberikan bantuannya dengan cuma-Cuma.
Pasal 110 ayat 1: dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara itu kepada PU.

UU. No 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
Pasal 41 ayat 1 dan 2 (sudah tersbeut di atas)
Pasal 42 ayat 1 : Penyidik wajib memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan
Pasal 42 ayat 2 : Penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembibing Kemasyarakatan, dan jika diperlukan dapat meminta saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama atau petugas kemasyarakatan lainnya
Pasal 42 ayat 3: Proses penyidikan terhadap perkara Anak Nakal wajib dirahasiakan

UU. No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI
Pasal 16 ayat 2, syarat-syarat tindakan penyelidikan dan penyidikan:
tidak bertentangan dengan suatu aturan hokum;
selaras dengan kewajiban hokum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan
harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya
pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa dan
menghormati HAM

Penahanan
Dilakukan oleh penyidik setelah terdapat bbukti yang cukup. Alasan penahanan:
a. dikhawatirkan melarikan diri
b. dikhawatirkan merusak barang bukti
c. dikhawatirkan mengulangi tindak pidana

Syarat bagi AKH
penahanan adalah upaya terakhir yang terpaksa dilakukan dan demi kepentingan terbaik buat anak
alasan penahanan harus disebutkan secara detail dalam surat perintah penahanan, dan tembusannya harus segera disampaikan kepada keluarga anak
jangka waktu penahanan harus sesingkat mungkin yakni maksimal 20 hari. Jika memungkinkan waktu ini tidak perlu dihabiskan, mengingat tindak pidana yang dilakukan oleh AKH pada umumnya tidak memerlukan waktu penyidikan yang panjang
AKH yang ditahan wajib dipisahkan dengan tahanan dewasa untuk menghindari kekerasan dari sesame tahanan
AKH yang ditahan, wajib dipenuhi hak-hak dasarnya. Ingat bahwa penahanan hanya mengurangi hak kebebasan sesorang untuk bergerak, sementara hak-hak lainnya tetap wajib dipenuhi.

Dasar Hukum Penahanan

KUHAP
Pasal 20 ayat 1: penyidik atau penyidik pembantu berwenang melakukan penahanan
Pasal 21 ayat 1: ditahan dengan bukti cukup, dengan alas an dikhawatirkan melarikan diri dikhawatirkan merusak barang bukti, dikhawatirkan mengulangi tindak pidana
Pasal 21 ayat 2: ada surat perintah penahanan dari penyidik atau PU atau penetapan hakim yang mencatumkan identitas tersangka/terdakwa serta alas an penahanan dan uraian singkat perkara kejahatan yang disangkakan atau didakwaan serta tempat ditahan.
Pasal 21 ayat 3 dan 4, Pasal 22 ayat 1, 2, 3, 4, dan 5, Pasal 24 ayat 1,

UU. No. 3 tahun 1997
Pasal 1 ayat 4:
Pasal 44 ayat 1: penyidik berwenang melakukan penahanan terhadap anak yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Pasal 44 ayat 2 :Penahanan berlaku maks 20 hari
Pasal 44 ayat 1 : Perpanjangan penahanan maks 10 hari
Pasal 44 ayat 4: maks 30 hari penyidik harus menyerahkan berkas perkara ke PU
Pasal 44 ayat 5: jika belum selesai maka tersangka wajib dikeluarkan dan tahanan demi hokum
Pasal 44 ayat 6: penempatan tahanan anak di tahanan khusus untuk anak dilingkungan Rutan, Cabang Rutan, atau ditempat tertentu.
Pasal 45 ayat 1: penahanan dilakukan dengan pertimbangan kepentingan anak secara sungguh-sungguh dan atau kepentingan masyarakat.
Pasal 45 ayat 2, alasan penahanan harus diurai secara jelas dalam surat perintah penahanan
Pasal 45 ayat 3, tempat tahanan anak harus dipisahkan dengan tahanan dewasa
Pasal 45 ayat 4; selama ditahan kebutuhan jasmani, rohani dan social anak harus dipenuhi