Selasa, 17 Februari 2009

Teori Harga


MENUJU KEADILAN HARGA DALAM PASAR ISLAMI
Oleh. Thalis Noor Cahyadi

A. Pendahuluan
Dalam pandangan Islam pasar merupakan wahana transaksi ekonomi yang ideal, tetapi memiliki berbagai kelemahan yang tidak cukup memadai pencapaian tujuan ekonomi yang Islami. Secara teoritik maupun pratikal pasar memiliki beberapa kelemahan, misalnya: mengabaikan distribusi pendapatan dan keadilan, tidak selalu selarasnya antara prioritas individu dengan sosial atau antara berbagai kebutuhan, adanya kegagalan pasar, ketidaksempurnaan persaingan, dan lain-lain. Oleh karenanya, perlu kiranya menempatkan pasar secara proporsional dalam perekonomian dan kemudian memperbaiki dan melengkapi kekurangan-kekurangannya.
Dalam hal mekanisme pasar, Islam menaruh perhatian besar terhadap kesempurnaan mekanisme pasar. Mekanisme pasar yang sempurna merupakan resultan dari kekuatan yang bersifat massal dan impersonal, yaitu merupakan fenomema ilmiah .
Pasar yang bersaing sempurna dapat menghasilkan harga yang adil bagi penjual maupun pembeli. Karenanya jika mekanisme pasar terganggu maka harga yang adil tidak akan tercapai. Demikian pula sebaliknya, harga yang adil akan mendorong para pelaku pasar untuk bersaing dengan sempurna. Jika harga tidak adil maka para pelaku pasar akn enggan untuk bertransaksi atau tetap bertransaski dengan menderita kerugian2. Oleh karena itu, Islam sangat memperhatikan konsep harga yang adil dan mekanisme pasar yang sempurna.

B. Dasar Teori Harga Islami
Naik turunnya harga secara konvensional dipengaruhi oleh ketidakseimbangan anarata permintaan (demand) dan penawaran (supply), terlebih jika hal ini terjadi pada mekanisme pasar yang berada dalam persaingan yang tidak sempurna.3 Hal ini bisa disebabkan oleh penyimpangan dalam mekanisme pasar baik secara terstruktur maupun tidak, serta ketidaksempurnaan informasi dan penyesuaian.
Dalam penyimpangan terstruktur, struktur atau bentuk organisasi pasar akan meengganggu mekanisme pasar dengan cara yang sistematis dan terstruktur pula. Struktur pasar seperti ini adalah monopoli, duopoli, oligopoli, dan kompetisi monopolistik. Dalam monopoli, misalnya terdapat halangan untuk masuk (entry barrier) bagi perusahaan lainnya yang ingin memasuki pasar sehingga tidak terdapat persaingan antarprodusen. Prosuden monopolis dapat saja mematok harga tinggi untuk memperoleh keuntungan diatas normal (monopolistic rent). Demikian pula pada bentuk pasar lainnya, meskipun pengaruh distorsinya tidka sekuat mnopolim akan mendistorsi bekerjanya mekanisme pasar.4
Selain itu, juga terdapat faktor-faktor insidental dan temporer yang mengganggu mekanisme pasar. Beberapa contoh hal ini adalah usaha sengaja menimbun untuk menghambar pasokan barang agar harga pasar menjadi tinggi (ikhtikar)5, penciptaan permintaan semu untuk menaikkan harga (najasy), penipuan kuantitas, kualitas, harga, atau waktu pengiriman barang (tadlis), kolusi para pedagang untuk membuat harga di atas harga normal (ba’i al-hadir lil badi), dan lain-lain6.
Ketidaksempurnaan pasar juga bisa muncul disebabkan oleh ketidaksemuprnaan informasi yang dimiliki para pelaku psar (penjual dan pembeli). Informasi merupakan hal penting sebab ia menjadi dsar bagi pembuatan keputusan. Produsen berkepentingan untuk mengetahui seberapa besar permintaan pasar dan tingkat harganya, berapa harga input dan teknologi yang tersedia, dan lain-lain sehingga dapat menawarkan barangnya secara akurat. Demikian pula konsumen, ia harus mengetahui tingkat harga pasar yang berlaku, kualitas barang yang dibelinya, dan lain-lain sehingga dapat menentukan permintaannya dengan akurat pula. Oleh karenanya Rasulullah melarang keras praktik-praktik yang terjadi dalam ketidaksempurnaan informasi, seperti menghalangi transaksi pada harga pasar (talaqi rubkhan), mengambil keuntungan tinggi dengan memanfaatkan kebodohan konsumen (ghaban fa hisy), dan lain-lain.7
Penyesuaian para pelaku pasar terhadap suatu kejutan (shock) yang terjadi di dalam pasar biasanya membutuhkan waktu. Penyesuaian keahlian tenaga kerja, misalnya, tidak bisa dilakukan secara cepat. Jika permintaan terhadap keahlian tertentu akan mengalami penurunan di masa datang, maka tingkat upahnya akan cenderung menurun. Masyarkat biasanya lambat dalam merespon gejala ini tetap berusaha memperoleh keahlian ini untuk jangka waktu tertentu. Ketika mereka akhirnya menerima tingkat upah yang rendah, perpindahan menuju pekerjaan lain yang tingkat upahnya lebih tinggi juga tidak akan serta merta terjadi. Mereka akan tetap bekerja dengan upah yang rendah tersebut dalam jangka waktu beberapa lama.8
Dalam mewujudkan harga yang Islami, hal yang paling penting adalah bagaimana menciptakan suatu keadilan harga yang mampu menciptakan kesejahteraan sosial. Menurut Mannan, dalam asas teori Islam terkait dengan mekanisme pasar sesungguhnya bukanlah mekanisme persaingan sempurna seperi dalam teori konvensional, Islam lebih mengedepankan prinsip koperasi dan persaingan sehat, yakni persaingan yang bebas dari spekulasi, penimbunan dan penyelundupan, namun bagaimana penentuan harga yang wajar melalui konsensus pasar yakni antara produsen dan konsumen yang mengacu pada kaedah-kaedah keadilan.9
Apa yang diungkapkan oleh Mannan, juga di amini oleh Monzer Kahf. Ia menyatakan bahwa ekonomi Islam adalah ekonomi yang bebas, tetapi kebebasannya ditunjukkan lebih banyak dalam bentuk kerjasama (ta’awun) daripada bentuk kompetisi. Oleh karenanya ekonomi Islam lebih menekankan pada orientasi sosial, yang memperkenalkan kewajiban-kewajiban kolektif yang membawa tanggungjawab individual. Kerjasama yang baik yang berorientasi sosial akan menghasilkan suatu mekanisme distribusi terhdap penghasilan dan kekayaan.10
Dalam hal ketentuan harga, Mannan mengklasifikasikan harga dalam empat bentuk yakni: harga monopoli; kenaikan harga sebenarnya; kenaikan harga buatan; dan kenaikan harga yang disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan hidup11.
a. Harga Monopoli
Menurut Mannan, harga monopoli timbul karena tidak adanya persaingan di pasar, di mana perusahaan yang menguasai produksi barang tertentu dapat menentukan harga sekehendaknya sendiri. Harga ini akan terus bertahan sampai adanya pesaing baru yang masuk pasar atau adanya intervensi dari pemerintah. Dampak yang ditimbulkan oleh harga monopoli adalah kerugian untuk rakyat. Rakyat dituntut untuk membeli barang sesuai keinginan produsen. Hal ini menjadi dilematis bagi rakyat, di satu sisi masyarakat keberatan dengan harga yang berlaku, namun pada sisi lain rakyat membutukan barang tersebut.
Konsep harga monopoli ini bertentangan dengan semangat Al-Qur’an dan Sunnah, karena tidak sosial dan merampas hak si miskin juga masyarakat umum, dan itu berarti menggunkan rahmat Allah Yang Maha Pemurah untuk keuntungan diri sendiri. Oleh karena itu negara mempunyai hak untuk mengontrol dan mengatur harga di masyarakat. Dengan demikian harga-harga maksimum dapat di atur dan dikendalikan oleh negara dan pasar.
Mannan menambahkan bahwa banyak Negara-negara Islam telah melarang harga monopoli, hal ini dilakukan untuk melindungi harga dalam negeri dan untuk kemakmuran rakyatnya. Fakta menunjukkan bahwa dengan adanya kekuasaan monopoli dalam industri, pemusatan kekayaan dalam tangan-tangan perusahaan raksasa dan bisnis mereka yang tersebar luas telah menyebabkan praktk-praktek korupsi dan ekpoitasi pada konsumen.12
b. Kenaikan Harga yang Sebenarnya
Menurut Mannan, sebab sebab kenaikan harga yang sebenarnya adalah:
1. bertambahnya persediaan uang;
2. berkurangnya produktifitas;
3. bertambahnya kemajuan aktivitas;
4. berbagai pertimbangan fiskal dan moneter.
Dalam pandangan Mannan, bertambahnya persediaan uang memang menyebabkan tuntutan yang efektif. Tetapi tiap perluasan uang yang terjadi di tengah pertumbuhan produksi (barang) yang mengecewakan, yang menyebabkan ketidak seimbangan yang besar antara ketersediaan barang-barang dan tuntutan moneter, menyebabkan penekanan inflansi. Perluasan dalam persediaan uang juga memberi semangat pada aktifitas spekulatif dalam skala besar mencari sumber-sumber dalam bentuk menahan barang-barang secara berlebihan.
Bila ada kenaikan harga karena adanya penambahan yang tidak cukup dalam produktivitas menghasilkan baik faktor musiman, perputaran atau faktor lainnya, maka banyak yang dapat di lakukan oleh negara Islam untuk mencegah kenaikan harga dengan mencegah fiskal atau kebijakan moneter, ataupun dengan merangsum barang-barang konsumsi penting dan memberikan lisensi untuk investasi baru. Kemakmuran rakyat adalah tujuan utama dari negara-negara Islam.
Mannan menekankan bahwa dalam ekonomi yang berkembang dimana program-program kemajuan yang besar termasuk pergantian sumber-sumber jauh dari teknik-teknik dan aktivitas produksi tradisional; sudah diketahui bahwa harga naik, karena adanya lembaga-lembaga sosio ekonomi yang masih tradisional13.
c. Kenaikan Harga Buatan
Dalam pandangan Mannan berkurangnya barang dengan cara buatan yang diciptakan oleh para pengusaha serakah, mengakibatkan perubahan harga disebabkan oleh :
a. Usaha spekulatif
b. Penimbunan
c. Perdagangan gelap dan penyelundupan
Islam mengutuk sistem harga buatan yang ditimbulkan akibat ketiga cara tersebut. Hal ini dapat mngakibatkan keresahan di masyarakat jika usaha spekulatif, penimbunan dan penyelundupan tidak segera di tindak lanjuti. Pemerintah mempunyai andil yang sangat besar dalam menekan ketiga cara yan ditempun para pengusaha serakah tersebut yang mengakibatkan harga berubah menjadi tinggi14.
d. Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok
Mengenai hal ini, Mannan menyatakan bahwa suatu agama yang mengatur dan mengawasi makanan kita dengan maksud menjadikan manusia murni, tidak akan mengabaikan kenaikan harga bahan pangan, karena ini merupakan kebutuhan pokok orang biasa. Sebab itu, hasil bumi dijual di pasar sedemikian rupa, sehingga ia dapat dibeli dengan harga murah15. Masalah spekulasi dalam kebutuhan pokok setiap orang kaya atau miskin dalam Islam, sama sekali dikesampingkan. Ibnu Umar meriwayatkan, di zaman Nabi SAW biasa membeli bahan makanan dari para pemilik unta, tetapi nabi melarang untuk membelinya, sampai bahan pangan tersebut dijual di pasar. (HR. Bukhari).
Dalam berbagai klasifikasi ketentuan harga diatas, nampaknya Mannan masih mentolelir kenaikkan harga yang sebenarnya yang dipengaruhi oleh berbagai hal seperti bertambahnya persediaan uang; berkurangnya produktifitas; bertambahnya kemajuan aktivitas; dan berbagai pertimbangan fiskal dan moneter.
Mannan kemudian membuat kosepsi tentang bagaimana menentukan harga yang rasional dan ideal di pasar tradisional yang tidka bertentang dengan syariat Islam.
Pertama, harga yang ditentukan tidak terlalu murah, jika hal ini dilakukan maka akan menimbulkan keruskana pasar dan mendapat kecaman dari para pesaing. Dalam jangka pendek seorang produsen/penjual memang akan mendapatkan banyak pelanggan jika ia mematok harga yang rendah, tetapi jika harga yang rendah tersbeut berada dibawah harga pasar maka supply dan demand tidak berjalan alamiah. Atau ada kesan dibenak konsumen bahwa kualitas barang yang diperdagangkan sangat rendah.
Kedua, harga tidak terlalu tinggim jika harga terlalu tinggiu dan melebihi harga pasar sementara persediaan barang dipasar masih banyak maka sudah dapat dipastikan bahwa penjual akan mengalami penurunan pembeli. Kalau pembeli sudah sedikit maka sudah barang tentu keuntungan yang didapatnya menjadi sedikit pula. Ketiga, harga sebaiknya mengikuti pasar atau dalam istilah ekonomi disebut dengan equilibrium (keseimbangan). Keempat, adanya peran pemerintah dalam mengendalikan harga khususnya barang yang menyangkut kebutuhan orang banyak, seperti sembako.16

C. Regulasi Harga
Regulasi harga menjadi salah satu solusi terhadap ketidaksempurnaan mekanisme pasar, meskipun sebenarnya bukan merupakan hal yang populer dalam khasanah pemikiran ekonomi Islam, sebab regulasi harga yang tidak tepat justru dapatb menciptakan ketidakadilan. Regulasi harga diperkenankan pada kondisi-kondisi tertentu dengan tetap berpegang pada nilai keadilan. Menurut Mannan, regulasi harga ini harus menunjukkan tiga fungsi dasar yakni:
a. Fungsi ekonomi yang berhubungan dengan peningkatan produktifitas dan peningkatan pendapatan masyarakat miskin melalui alokasi dan relokasi sumberdaya ekonomi;
b. Fungsi sosial dalam memelihara keseimbangan sosial anatara masyarakat kaya dan miskin;
c. Fungsi moral dalam menegakkan nilai-nilai syariah Islam, khususnya yang berkaitan dalam transaksi ekonomi (misalnya kejujuran, keadilan, kemanfaatan/mutual goodwill)17
Pada dasarnya, jika pasar telah bekerja dengan sempurna, maka tidak ada alasan untuk mengatur tingkat harga. Penetapan harga kemungkinan justru akan mendistorsi harga sehingga akhirnya mengganggu mekanisme pasar itu sendiri. Jika pun pemerintah ingin mempengaruhi harga pasar, maka yang dilakukan adalah dengan cara mempengaruhi permintaan dan penawaran, sehingga harga otomatis akan menyesuaikan.
Dalam kajian hukum ekonomi Islam (fiq muamalah), jumhur ulama sepakat bahwa penetapan harga adalah kebijakan yang tidak dianjurkan oleh ajaran Islam jika pasar dalam keadaan normal. Dari sisi mikroekonomi, penetapan harga ini juga dapat merugikan produsen, konsumen dan perekonomian secara keseluruhan. Surplus yang dinikmati oleh konsumen dan produsen akan saling bertambah dan berkurang. Sebagian berkurangnya surplus konsumen akan berpindah kepada produsen, atau sebaliknya. Namun, ada sebagian lain yang tidak saling berpindah, melainkan benar-benar hilang (deadwight loss) karena inefisiensi kebijakan ini. Dan akhirnya, secara keseluruhan perekonomian akan menikmati surplus yang lebih kecil dibandingkan dengan pada sistem pasar bebas.18

D. Peranan Pemerintah

Untuk lebih menjamin berjalannya mekanisme pasar secara sempurna, peranan pemerintah sangatlah penting. Rasulullah sendiri telah menjalankan fungsi sebagai market supervisor atau Al-Hisbah. Sebagaimana telah banyak diulas oleh para tokoh muslim masa klasik seperti al-Mawardi, Ibn Taimiyah dan Ibn Khaldun, fungsi al-hisbah lebih banyak berperan sebagai pengrontrol pasar dan moral secara umum.19
Menurut Monzer Kahf, keterlibatan pemerintah bersifat temporer. Sistem ekonomi Islam menganggap Islam sebagai sesuatu yang ada di pasar bersama-sama dengan unit-unit ekonomik lainnya berdasar landasan yang tetap dan stabil. Pemerintah dianggap sebagai perencana (plan maker), pengawas (supervisor and controler), produsen sekaligus konsumen.20
Sebagai plan maker, pemerintah memiliki kewajiban mengatur pendistrubusian kembali pekerjaan dianatara berbagai industri berdasarkan kuota-kuota tertentu bila pilihan masyarakat terhadap pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan secara bebas tidak berhasil memenuhi persyaratan dari rencana tersebut, seperti penentuan standar hidup menim dan pendistribusian kekayaan baik melalui penerapan hukum waris Islam, zakat maupun penyediaan barang-barang konsumsi yang berlebih, yakng berarti bahwa kapan saja ada orang yang memerlukannya, tidak seorangpun dalam masyarakat muslim berhak mengambilnya sebelum kebutuhan orang yang memerlukannya itu terpenuhi, meskipun hal ini tidak dimaksudkan pada ekulaitarianisme secara mutlak.21
Disamping itu, pemerintah berperan dalam hal mewujudkan jaminan sosial, yang didasarkan pada dua hal yakni; tanggungjawab timbal balik yang bersifat umum dan tuntutan rakyat terhadap pendapatan pemerintah. Tanggungjawab timbal balik yang bersifat umum, merupakan kewajiban individu setiap muslim tetapi dalam pelaksanaannya bersifat sebatas kemampuan. Sementara tuntutan rakyat terhadap pendapatan pemerintah merupakan landasan langsung yakni kewajiban negara untuk memenuhi standar kehidupan minimum dan kehidupan layak dibandingkan dnegan kehidupan pada umumnya dalam masyarakat
Hal yang juga penting adalah peran pemerintah sebagai pengawas, yang bertujuan pertama, untuk meningkatkan pemenuhan tujuan negara secara efisien, kedua, sebagai pemelihara the rules of game yang terkait dengan perangkat perintah dan aturan sosial, politik, agama, moral dan hukum yang mengikat masyarakat.22
Berbagai fungsi inilah yang diharapkan mampu mewujudkan suau kesempurnaan dalam mekanisme pasar yang pada kahirnya berbagai hambatan bagi terwujudnya mekanisme pasar yang sempurna bisa teratasi, dan keadilan dan kesejahteraan sosial bisa terwujud.

E. Penutup

Ajaran Islam berusaha untuk menciptakan suatu keadaan pasar yang dibingkai oleh nilai-nilai syariah, meskipun tetap dalam suasana yang bersaing. Dengan kata lain konsep Islam tentang pasar yang ideal adalah perfect competition market plus, yaitu plus nilai-nilai syariah Islam. Implementasi nilai-nilai syariah – yang sebagiannya merupakan concern masyarakat di luar Islam sekalipun (misalnya keadilan, keterbukaan, kejujuran, bersaing sehat) – bukan hanya menjadi kewajiban individu para pelaku pasar, tetapi juga kebutuhan intervensi pemerintah. Untuk inilah maka pemerintah memiliki peranan yang penting dan besar dalam menciptakan pasar yang Islami.

Foot Note:

Dijelaskan dalam sebuha hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud bahwa da seseorang yang berkata kepada Nabi SAW: “Wahai Nabi Allah, tetapkanlah harga untuk kita!, Nabi menjawab “ Engkau harus berdoa kepada Allah untuk itu!”. Orang lain juga dating kepada Nabi dan meminta hal yang sama sehingga Nabi menjawab, “ Hanya Allah yang menurunkan dan menaikkan harga!”
2 Pusat Pengkajian dan Pngembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia (UII) dan Bank Indonesia (BI), 2008. Ekonomi Islam, Rajawali Press, Jakarta, hal. 330
3 Abdul Mannan, 1997. Islamic Economics, Theory and Practice, diterjemahkan oleh.M. Nastangin. Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Dana Bahakti Wakaf, Yogyakarta, hal. 281
4 Opcit, hal. 329. Lihat juga Mannan, hal. 281-290.
5 Dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Yahya, Rasulullah pernah bersabda: “Orang yang menimbun barang adalah orang yang bersalah.” Hadis lain yang diriwayatkan oleh Sa’id Al-Musayyab, dari Muammar bin Abdullah, bahwa Rasulullah bersabda: “Tidak ada yang melakukan penimbunan barang kecuali pembuat kesalahan (dosa).” A.H. Siddiqui menjelaskan bahwa tidak semua penimbun yang berbuat kesalahan. Penimbun barang yang sesungguhnya menciptakan keguunaan waktu dan bersaham kepada produksi: yaitu orang yang menyimpan barang dalam masa yang lama dan penjualnya ketika secara komparatif ada permintaan yang lebih terhdap barang tersebut. Orang yang semacam ini berhak mendapatkan saru bagian dari produksi karena ia menyimpan barang untuk satu periode tertentu dan membantu dalam mempertahankan perputaran barang secara tetap di pasar. Pemnimbuan barang yang disalahkan sebagai pembuat dosa adalah orang yang menahan barang di pasar dari consumer sesungguhnya untuk tujuan menciptakan kelangkaan artificial dan dengan demikian ia mengambil keuntungan yang tidak patut dari masyarakat yang tidak berdaya. Lebih detail lihat Muhammad Akram Khan, 1997. Ajaran Muhammad SAW Tentang Ekonomi Islam, Kumpulan Hadis-hadis Pilihan Tentang Ekonomi, diterjemahkan oleh Rifyal Ka’bah, PT BMI dan Institute of Policy Studies Islamabad, Jakarta, hal. 153-154.
6 Jual-beli Najasyi mencakup pengertian kolusi di mana antar penjual satu dengan yang lainnya melakukan kerjasama atau kartel untuk menipu konsumen. Disamping itu dalam transaksi ini si penjual akan menyuruh orang lain untuk memuji barangnya (agar orang lain tertarik membeli) atau menawar dengan harga tinggi (agar orang lain juga membeli dengan harga tinggi). Tadlis merupakan tindak penipuan dengan menyembuyikan informasi harga yang sesungguhnya (ghaban fa hisy) dengan memanfaatkan ketidak-tahuan konsumen yang nantinya bisa melakukan praktik-praktik seperti ba’i al-hadir lil badi yakni menjual barang diatas harga normal, sehingga penjual memperoleh keuntungan yang besar. Allah sendiri secara tegas melarang berbagai praktik-praktik ini seperti tersebut dalam surah Al-Muthaffifin ayat 1-6.
7 Pusat Pengkajian dan Pngembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia (UII) dan Bank Indonesia (BI), 2008. Ekonomi Islam, Rajawali Press, Jakarta, hal. 330.
8 Ibid.
9 Abdul Mannan, 1997. Islamic Economics, Theory and Practice, diterjemahkan oleh.M. Nastangin. Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Dana Bahakti Wakaf, Yogyakarta, hal. 270
10 Monzer Kahf, 2000. Ekonomi Islam, Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam, diterjemahkan oleh Machnun Husein, Aditya Media, Yogyakarta, hal. 73-75.
11 Opcit, hal 300-320
12 Ibid.
13 Ibid.
14 Ibid.
15 Ibid.
16 Ibid.
17 Ibid, hal.218-219
18 Pusat Pengkajian dan Pngembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia (UII) dan Bank Indonesia (BI), 2008. Ekonomi Islam, Rajawali Press, Jakarta, hal. 336-337.
19 Ibid, hal. 342.
20 Monzer Kahf, 2000. Ekonomi Islam, Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam, diterjemahkan oleh Machnun Husein, Aditya Media, Yogyakarta, hal. 76
21 Ibid, hal. 77-78.
22 Ibid, hal. 79-83.

Daftar Pustaka
Abdul Mannan, 1997. Islamic Economics, Theory and Practice, diterjemahkan oleh.M. Nastangin. Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Dana Bahakti Wakaf, Yogyakarta.
Monzer Kahf, 2000. Ekonomi Islam, Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam, diterjemahkan oleh Machnun Husein, Aditya Media, Yogyakarta
Muhammad Akram Khan, 1997. Ajaran Muhammad SAW Tentang Ekonomi Islam, Kumpulan Hadis-hadis Pilihan Tentang Ekonomi, diterjemahkan oleh Rifyal Ka’bah, PT BMI dan Institute of Policy Studies Islamabad, Jakarta.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia (UII) dan Bank Indonesia (BI), 2008. Ekonomi Islam, Rajawali Press, Jakarta.
Qur’an dan Terjemahannya. 1997, Departemen Agama RI.